Ritual Atthami Puja Umat Buddha di Candi Gayatri Tulungagung: Menghormati Sang Buddha dan Sejarah Majapahit
Ratusan umat Buddha di Tulungagung menggelar ritual Atthami Puja di Candi Gayatri, memperingati kremasi Sang Buddha dan menghormati sejarah Candi sebagai situs suci peninggalan Majapahit.
Sekitar seratus umat Buddha dari berbagai vihara di Tulungagung, Jawa Timur, melaksanakan ritual Atthami Puja di pelataran Candi Gayatri, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, Minggu, 18 Mei 2024. Upacara suci ini merupakan bagian dari peringatan Atthami Puja, yang diperingati delapan hari setelah Tri Suci Waisak, untuk mengenang momen kremasi jenazah Sang Buddha.
Peringatan Atthami Puja tahun ini melibatkan umat Buddha dari tiga vihara utama di Tulungagung: Vihara Buddha Loka Kota, Vihara Budasari, dan Vihara Sasana Bakti Selorejo Ngunut. Pandita Vihata Buddha Loka, Sugianto, menjelaskan, "Kami umat Buddha di Tulungagung dari tiga vihara ini hadir di Candi Sanggrahan untuk melaksanakan peringatan Atthami Puja." Upacara ini merupakan wujud penghormatan dan mengenang jasa-jasa Sang Buddha.
Prosesi Atthami Puja diawali sekitar pukul 08.00 WIB dengan rangkaian pradakshina, yaitu umat mengelilingi candi searah jarum jam sebanyak tiga kali sambil membawa bendera Buddhis dan melantunkan puja-puji kepada Buddha, Dhamma, dan Sangha. Setelah itu, pembacaan paritta atau doa-doa suci dilakukan di hadapan altar utama Candi Gayatri.
Makna Mendalam di Candi Gayatri
Pemilihan Candi Gayatri sebagai lokasi ritual bukan tanpa alasan. Candi ini diyakini sebagai tempat persemayaman Bhiksuni Raja Patmi atau Dewi Gayatri, istri Raja Majapahit Raden Wijaya dan ibu dari Tribhuwana Tunggadewi. Sugianto menambahkan, "Kami memilih Candi Gayatri karena tempat ini secara historis merupakan situs suci, tempat disemayamkannya Bhiksuni Gayatri. Itu selaras dengan makna Atthami Puja, yang memperingati proses pelepasan jasmani terakhir tokoh besar dalam ajaran Buddha."
Upacara tersebut tidak hanya diisi dengan doa bersama, tetapi juga momen perenungan makna kehidupan. Umat Buddha juga melakukan pelimpahan jasa kepada seluruh makhluk, khususnya arwah yang diyakini berada di kawasan Candi Gayatri. Bhikkhu Saddhaviro menyampaikan, "Dengan pelimpahan jasa ini, kami berharap energi positif bisa memancar dari tempat ini, menciptakan ketenangan, kebahagiaan, dan kedamaian bagi semua makhluk."
Ritual ini juga menjadi bentuk pelestarian nilai spiritual dan sejarah warisan Majapahit. Kegiatan ini telah rutin digelar umat Buddha Tulungagung dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan komitmen mereka dalam menjaga tradisi dan nilai-nilai luhur agama Buddha.
Tradisi dan Sejarah Berpadu
Atthami Puja di Candi Gayatri bukan sekadar ritual keagamaan, tetapi juga perwujudan penghormatan terhadap sejarah dan budaya. Candi Gayatri, dengan sejarahnya yang kaya, menjadi latar yang tepat untuk memperingati Atthami Puja. Perpaduan antara tradisi keagamaan dan sejarah ini menciptakan suasana yang khidmat dan penuh makna.
Kegiatan ini juga menunjukkan pentingnya pelestarian situs-situs bersejarah seperti Candi Gayatri. Dengan menggelar ritual di tempat tersebut, umat Buddha turut serta menjaga dan melestarikan warisan budaya Indonesia. Hal ini sekaligus menjadi contoh nyata bagaimana nilai-nilai spiritual dan sejarah dapat berpadu harmonis.
Melalui ritual Atthami Puja, umat Buddha Tulungagung tidak hanya memperingati wafatnya Sang Buddha, tetapi juga menghormati leluhur dan sejarah Candi Gayatri sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia. Semoga kegiatan ini dapat terus berlanjut dan menginspirasi generasi muda untuk menghargai nilai-nilai spiritual dan sejarah bangsa.
Selain itu, kegiatan ini juga memperkuat persatuan dan kesatuan umat Buddha di Tulungagung. Dengan berpartisipasi dalam ritual bersama, mereka dapat saling mendukung dan mempererat tali persaudaraan.
Kesimpulan
Ritual Atthami Puja di Candi Gayatri Tulungagung merupakan perpaduan harmonis antara tradisi keagamaan Buddha dan penghormatan terhadap sejarah. Kegiatan ini tidak hanya memperingati wafatnya Sang Buddha, tetapi juga melestarikan nilai-nilai spiritual dan sejarah warisan Majapahit, sekaligus memperkuat persatuan umat Buddha di Tulungagung.