RUU Masyarakat Hukum Adat: Perlindungan dan Pemberdayaan Adat Bukan Sekadar Pengakuan
Anggota DPD RI Agustin Teras Narang mendorong pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat untuk melindungi dan memberdayakan masyarakat adat, bukan hanya sebatas pengakuan hak.
Jakarta, 17 Maret 2024 - Anggota DPD RI Agustin Teras Narang menekankan pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat sebagai bentuk perlindungan dan pemberdayaan, bukan hanya sekedar pengakuan atas hak-hak masyarakat adat. Hal ini disampaikan dalam diskusi daring bertajuk 'Nilai dan Praktik Hukum Adat untuk Menyelamatkan Ekosistem dan Kedaulatan Pangan' yang diadakan di Jakarta. Beliau menjelaskan bahwa pengakuan, penghormatan, perlindungan, dan pemberdayaan masyarakat adat merupakan perintah konstitusi dan kebutuhan mendesak bagi masyarakat adat itu sendiri.
Narang, yang juga mantan Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015, menyatakan bahwa peran masyarakat adat dan kearifan lokalnya sangat krusial, terutama dalam pengelolaan lahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Oleh karena itu, perlindungan hukum menjadi sangat penting untuk menjamin keberlangsungan hidup dan budaya masyarakat adat.
Pernyataan tersebut didasari oleh landasan hukum yang kuat, baik dari dalam negeri maupun internasional. Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 18B, secara tegas mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya. Selain itu, Konvensi ILO 169 mengenai masyarakat adat dan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat tahun 2007 juga menjadi acuan penting dalam konteks internasional.
Perlu Kepastian Hukum untuk Masyarakat Adat
Salah satu tantangan utama yang dihadapi masyarakat adat adalah tumpang tindih data terkait wilayah adat, seperti hutan adat, di antara berbagai kementerian dan lembaga. Perbedaan data ini antara lain terjadi di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Pertanian, dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dan menghambat pengakuan wilayah adat yang dibuktikan dengan sertifikat.
Agustin Teras Narang menjelaskan, "Karena data yang di KLHK mungkin berbeda dengan yang di Badan Pertanahan dan mungkin pula berbeda dengan Kementerian Pertanian dan mungkin pula berbeda dengan di pertambangan dan mungkin pula berbeda dengan masyarakat adat yang ada di wilayah itu." Kondisi ini menyoroti urgensi penetapan UU Masyarakat Hukum Adat sebagai solusi untuk mengatasi masalah tumpang tindih data dan ketidakpastian hukum tersebut.
Keberadaan UU Masyarakat Hukum Adat diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat adat dalam mengelola dan memanfaatkan wilayah adatnya. Dengan demikian, masyarakat adat dapat lebih terlindungi dan diberdayakan dalam menjaga kelestarian lingkungan dan kedaulatan pangan.
UU ini juga akan menjadi payung hukum yang kuat untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dari berbagai ancaman, seperti perambahan lahan, eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan, dan konflik agraria.
Urgensi Pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat
Pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat bukan hanya sekedar formalitas hukum, tetapi merupakan langkah nyata untuk melindungi dan memberdayakan masyarakat adat. RUU ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, perlindungan, dan pemberdayaan bagi masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam dan wilayah adatnya.
Dengan adanya payung hukum yang jelas, masyarakat adat dapat lebih mudah mengakses bantuan dan perlindungan hukum jika hak-hak mereka terancam. Selain itu, RUU ini juga dapat menjadi instrumen untuk mendorong partisipasi masyarakat adat dalam pembangunan nasional.
Pengesahan RUU ini juga akan memperkuat posisi Indonesia dalam konteks internasional terkait perlindungan hak-hak masyarakat adat. Indonesia akan menunjukkan komitmennya untuk menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat adat sesuai dengan standar internasional.
Oleh karena itu, pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat merupakan langkah penting yang harus segera dilakukan untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat adat di Indonesia.
Dengan adanya UU ini diharapkan dapat tercipta harmonisasi antara hukum adat dan hukum negara, sehingga masyarakat adat dapat hidup berdampingan secara damai dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kearifan lokalnya.