Skandal Narkoba 1 Kg: 10 Polisi di Batam Didakwa Jual Barang Bukti
Sidang kasus narkoba di Batam mengungkap peran 10 mantan polisi yang diduga menjual 1 kg sabu dari barang bukti 36 kg yang mereka sita, dengan uangnya digunakan untuk membayar informan.
Sidang kasus narkoba yang melibatkan 10 mantan anggota Satresnarkoba Polresta Barelang di Pengadilan Negeri Batam memasuki babak baru dengan terungkapnya peran para terdakwa dalam transaksi ilegal. Ipda Aryanto Gultom, mantan Akriditor Propam Polda Kepri, yang menjadi saksi kunci, mengungkapkan bagaimana 1 kg sabu dari barang bukti 36 kg yang disita, dijual untuk membayar informan. Peristiwa ini terjadi setelah penjemputan 36 kg sabu dari Malaysia, yang kemudian disisihkan 1 kg untuk tujuan tersebut.
Jaksa penuntut umum (JPU) memperkuat keterangan saksi Aryanto yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Aryanto menjelaskan kronologi penyisihan barang bukti tersebut, mengungkapkan peran masing-masing terdakwa dalam jaringan ini. Uang hasil penjualan sabu tersebut kemudian disetorkan kepada beberapa terdakwa, termasuk Wan Rahmat, Ma’ruf Rambe, dan Fadillah. Proses penyelidikan ini bermula dari penangkapan Azis Martua Siregar, mantan anggota Polri yang juga terlibat dalam kasus ini.
Sidang yang digelar dalam dua tahap ini menghadirkan para terdakwa secara bertahap. Tahap pertama melibatkan Azis Martau Siregar, Julkifli Simanjuntak, Wan Rahmat, Jaka Surya, Junaidi Gunawan, dan Aryanto. Tahap kedua, yang berlangsung hingga larut malam, menghadirkan terdakwa Shigit Sarwo, Fadillah, Alex Chandra, Ma’ruf Rambe, Rahmadi, dan Satria Nanda (eks Kasatresnarkoba Polresta Barelang). Keterangan Aryanto menyebutkan bahwa penyelidikan internal Propam Polda Kepri menemukan bukti-bukti kuat yang mengarah pada keterlibatan seluruh terdakwa.
Peran Masing-Masing Terdakwa dan Bukti yang Ditemukan
Menurut kesaksian Ipda Aryanto Gultom, proses penyisihan sabu dimulai setelah Rahmadi, salah satu terdakwa, memberi informasi kepada Fadillah (Kasub) tentang kedatangan sabu dari Malaysia. Kemudian, Shigit, sebagai Kanit, mengambil 35 kg sabu dari Rahmadi dengan biaya jasa sebesar Rp20 juta. Satu kilogram sabu sisanya dijual kepada Azis, dan uangnya dibagi-bagi antar terdakwa. Barang bukti yang disita termasuk 11 unit ponsel dan uang tunai senilai Rp12 juta. Meskipun ponsel belum diuji forensik, screenshot percakapan yang menunjukkan penjualan sabu ke Azis menjadi bukti pendukung.
Saksi Aryanto juga menyebutkan bahwa Azis diperiksa oleh Propam, namun tidak dihadirkan di persidangan karena alasan keamanan. Keterangan saksi ini didapat dari pemeriksaan Paminal Propam Polda Kepri. Selama persidangan, para penasihat hukum terdakwa menggali keterangan saksi terkait locus, tempus, dan kronologi kejadian, serta mempertanyakan kebenaran BAP.
Beberapa terdakwa, seperti Satria Nanda dan Shigit, membantah keterangan saksi Aryanto. Satria Nanda bahkan menyatakan tidak berada di Batam pada tanggal kejadian, melainkan di Medan. Shigit juga membantah adanya penyisihan barang bukti. Namun, saksi Aryanto Gultom tetap teguh pada keterangannya.
Bantahan Terdakwa dan Kesimpulan Sidang
Menanggapi bantahan para terdakwa, Ketua Majelis Hakim Tiwik menanyakan kepada saksi apakah ia tetap pada keterangannya. Saksi Aryanto Gultom menegaskan bahwa ia tetap pada keterangannya yang telah disampaikan. Sidang selanjutnya ditunda dan akan dilanjutkan pada Kamis (6/3) dengan agenda pemeriksaan saksi dari JPU. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan anggota kepolisian yang seharusnya menegakkan hukum, namun justru terlibat dalam kejahatan narkoba.
Peristiwa ini menimbulkan pertanyaan serius tentang integritas dan pengawasan internal di kepolisian. Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum, agar kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum tetap terjaga. Hasil dari persidangan selanjutnya akan sangat menentukan nasib para terdakwa dan menjadi pelajaran penting bagi penegakan hukum di Indonesia.