STuEB Desak Danareksa Hindari Investasi Sektor Batu Bara demi Masa Depan Indonesia
Organisasi Masyarakat Sipil Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) mendesak Danareksa agar tidak berinvestasi pada sektor batu bara, mengingat dampak lingkungan dan tren global menuju energi bersih.
Bengkulu, 12 Maret 2024 (ANTARA) - Organisasi Masyarakat Sipil Sumatera Terang untuk Energi Bersih (STuEB) dengan tegas meminta Danareksa, perusahaan investasi milik negara, untuk tidak menanamkan modal pada proyek gasifikasi batu bara dan industri turunannya. Permintaan ini dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap dampak lingkungan dan tren global yang semakin menjauhi energi kotor.
Ali Akbar, Konsolidator STuEB, menyatakan dalam konferensi pers di Bengkulu, "Danareksa sebagai superholding harusnya fokus pada investasi yang berkelanjutan dan berdampak positif bagi perekonomian jangka panjang. Investasi yang tepat sasaran adalah pengembangan sumber daya manusia dan kemajuan ilmu pengetahuan, bukan pada sumber daya alam yang menimbulkan polusi dan kerusakan lingkungan."
Sebagai perbandingan, Ali Akbar mencontohkan Temasek, perusahaan investasi asal Singapura, yang lebih berfokus pada investasi di sektor teknologi dan informasi. Sektor ini dinilai lebih menjanjikan dan berkelanjutan dibandingkan investasi pada sumber daya alam yang terbatas dan berdampak buruk pada lingkungan. STuEB menilai investasi pada hilirisasi batu bara merupakan kebijakan yang tidak populis, baik dalam jangka pendek maupun panjang.
Investasi Batu Bara: Tidak Berkelanjutan dan Bertentangan dengan Tren Global
STuEB menekankan bahwa eksploitasi batu bara merupakan kebijakan yang tidak berkelanjutan. "Pengelolaan sumber daya alam seperti batubara, yang suatu saat akan habis dan sudah mendapat penolakan global, bukanlah pilihan investasi yang bijak," tegas Ali Akbar. Investasi yang bertumpu pada sumber daya alam yang terbatas, seperti batu bara, diyakini tidak akan menghasilkan keuntungan jangka panjang.
Ali Akbar menambahkan, "Dunia internasional sudah mulai meninggalkan investasi energi kotor. Indonesia, melalui Danareksa, seharusnya tidak mengikuti jejak yang salah ini. Kita perlu beralih ke energi terbarukan dan berinvestasi pada sektor yang lebih ramah lingkungan."
Lebih lanjut, STuEB menyoroti bahwa dana yang dikelola Danareksa berasal dari efisiensi berbagai program pemerintah. Oleh karena itu, dana tersebut seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, misalnya melalui peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan.
Dampak Lingkungan dan Komitmen Net Zero Emission
Deddy Permana, Direktur Hutan Kita Institut (HaKI) Sumatera Selatan, turut memberikan pandangannya. Ia menyatakan bahwa produk energi fosil, terutama batu bara, akan memperparah krisis iklim karena emisi gas rumah kaca yang dihasilkan. "Pendanaan untuk industri batu bara lebih terlihat sebagai upaya untuk mempertahankan industri ini, bukan untuk kemajuan berkelanjutan," ujar Deddy.
Deddy menilai pembiayaan industri batu bara bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai target net zero emission pada tahun 2060. Investasi pada energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan seharusnya menjadi prioritas utama untuk mencapai target tersebut.
STuEB dan HaKI berharap pemerintah dan Danareksa mempertimbangkan dampak lingkungan dan tren global dalam pengambilan keputusan investasi. Investasi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan akan memberikan manfaat jangka panjang bagi Indonesia dan generasi mendatang.
Kesimpulan: STuEB dan HaKI mendesak agar Danareksa memprioritaskan investasi pada sektor yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, bukan pada industri batu bara yang berdampak buruk bagi lingkungan dan masa depan Indonesia. Investasi pada sumber daya manusia dan teknologi terbarukan akan lebih menjamin kemakmuran jangka panjang.