Suriah Desak Eropa: Kembalikan Aset Rakyat, Cabut Sanksi!
Menteri Ekonomi Suriah menuntut Eropa mengembalikan aset Suriah yang dibekukan dan mencabut sanksi, menekankan dampak negatifnya terhadap perekonomian dan rakyat Suriah.
Menteri Ekonomi Suriah, Basel Abdul-Hannan, secara resmi meminta pengembalian aset negara yang dibekukan di beberapa negara Eropa. Permintaan ini disampaikan dalam pertemuan dengan delegasi Komisi Eropa pada Kamis, 20 Februari 2025. Abdul-Hannan menegaskan bahwa dana tersebut merupakan hak rakyat Suriah dan mendesak pencabutan seluruh sanksi yang diberlakukan.
Pernyataan tersebut disampaikan melalui kantor berita resmi Suriah, SANA. Abdul-Hannan menekankan pentingnya pencabutan sanksi untuk perbaikan perekonomian dan peningkatan taraf hidup warga Suriah. Ia juga menyinggung pembekuan aset Suriah di negara-negara Eropa, menekankan bahwa dana tersebut harus dikembalikan karena merupakan milik rakyat Suriah, terutama yang terkait dengan tokoh-tokoh rezim sebelumnya.
Meskipun jumlah pasti dana yang dibekukan tidak diungkapkan, tuntutan ini menjadi sorotan penting dalam hubungan Suriah dengan Eropa. Permintaan ini muncul di tengah upaya rekonstruksi pasca-konflik dan upaya Suriah untuk memperbaiki kondisi ekonomi negaranya yang terdampak sanksi internasional selama bertahun-tahun.
Suriah Dorong Reformasi Ekonomi dan Rekonstruksi
Dalam pertemuan tersebut, Abdul-Hannan memaparkan rencana pemerintah Suriah untuk melakukan restrukturisasi institusi agar sesuai dengan sistem pasar bebas. Hal ini akan dibarengi dengan reformasi legislatif untuk menghilangkan hambatan ekonomi. Pemerintah juga berencana menerapkan rencana darurat jangka pendek untuk membantu pemulihan ekonomi.
Ia menambahkan bahwa pemerintah akan berperan sebagai pengawas dan regulator, bukan sebagai intervensi langsung dalam pasar. Fokus utama pemerintah adalah mendukung industri lokal untuk meningkatkan ekspor. Abdul-Hannan optimis bahwa perubahan signifikan pada ekonomi Suriah dapat dicapai dalam waktu satu tahun.
Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa lebih dari 100 investor telah kembali ke Suriah pada Januari 2025 untuk berpartisipasi dalam upaya rekonstruksi. Namun, ia mengakui bahwa tantangan masih ada, termasuk krisis energi dan sanksi yang belum dicabut sepenuhnya.
Pelonggaran Sanksi dan Harapan Suriah
Terdapat beberapa perkembangan terkait pelonggaran sanksi terhadap Suriah. Pada 7 Januari 2025, Departemen Keuangan AS mengumumkan pelonggaran sanksi selama enam bulan untuk memfasilitasi layanan penting. Kemudian, pada 27 Januari 2025, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Kaja Kallas, mengonfirmasi kesepakatan para menteri luar negeri Uni Eropa untuk melonggarkan sanksi terhadap Suriah.
Namun, Suriah telah berada di bawah sanksi sejak Desember 1979, ketika ditetapkan sebagai "negara sponsor terorisme" oleh Departemen Luar Negeri dan Departemen Keuangan AS. Sanksi tersebut semakin diperketat setelah pecahnya perang saudara pada tahun 2011. Situasi politik Suriah juga mengalami perubahan signifikan dengan pelarian Presiden Assad ke Rusia pada 8 Desember 2024 dan pengangkatan Ahmed al-Sharaa sebagai presiden baru pada akhir Januari 2025.
Permintaan Suriah untuk pengembalian aset dan pencabutan sanksi mencerminkan upaya negara tersebut untuk membangun kembali perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Namun, realisasi hal ini masih bergantung pada perkembangan politik dan diplomasi internasional yang kompleks.
Langkah-langkah reformasi ekonomi yang diusulkan oleh pemerintah Suriah, termasuk restrukturisasi institusi dan dukungan industri lokal, menunjukkan komitmen untuk menciptakan lingkungan investasi yang lebih kondusif. Namun, keberhasilan upaya ini sangat bergantung pada kerjasama internasional dan pencabutan sanksi yang menyeluruh.