Tarif Air Bandung Naik 20%, Berdampak pada Inflasi?
Kenaikan tarif air minum di Kota Bandung sebesar 20% pada Februari 2025 dikhawatirkan akan meningkatkan inflasi, terutama pada konsumsi rumah tangga, meskipun pemerintah daerah berencana melakukan evaluasi dampaknya.
Kenaikan Tarif Air PDAM Tirtawening Bandung Picu Kekhawatiran Inflasi
Kenaikan tarif air perpipaan di Kota Bandung sebesar 20 persen, efektif Februari 2025, menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap inflasi. Keputusan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening ini menjadi sorotan, terutama karena potensi peningkatan inflasi pada sektor konsumsi rumah tangga.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, Darwis Sitorus, menyatakan bahwa kenaikan tarif air minum pasti akan berdampak pada inflasi konsumsi rumah tangga. Dampak ini, menurutnya, perlu dipertimbangkan dengan cermat oleh pemerintah. "Yang pasti akan inflasi dari sisi konsumsi rumah tangga. Nah ini yang harus diperhitungkan. Tapi saya kira pastinya kebijakan itu sudah dipertimbangkan dengan sangat baik," ujar Darwis dalam keterangannya di Bandung, Senin.
Dampak inflasi akibat kenaikan tarif air ini diproyeksikan akan berlangsung selama satu tahun penuh, mulai Februari 2025 hingga Februari 2026. Hal ini tentu menjadi perhatian serius bagi pemerintah daerah. "Kalau sudah diputuskan berarti mulai dari Februari 2025 sampai Februari tahun 2026, inflasi di tarif air ini akan terus. Ya mudah-mudahan sudah dipertimbangkan," tambahnya.
Tanggapan Pemerintah Provinsi Jawa Barat
Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Jabar) melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Herman Suryatman menyatakan penghormatan terhadap keputusan kenaikan tarif tersebut. Namun, pemerintah provinsi juga akan melakukan diskusi lebih lanjut dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung untuk membahas dampak ekonomi yang lebih luas. "Karena bagaimanapun juga kan tidak berdiri sendiri ya, kita juga harus memperhatikan ekonomi Jawa Barat lebih jauhnya ekonomi nasional," jelas Herman.
Pemerintah Jabar berencana untuk memonitor dampak kenaikan tarif ini secara berkala, harian, mingguan, hingga bulanan. Jika inflasi tetap terkendali, menurut Herman, tidak akan ada masalah. Namun, jika ditemukan hal-hal yang perlu dikoreksi, pemerintah akan memberikan feedback kepada Pemkot Bandung. Evaluasi ini melibatkan seluruh pemangku kebijakan, tidak hanya di Kota Bandung, tetapi juga di 27 kabupaten/kota di Jawa Barat.
Pentingnya Peningkatan Layanan
Herman menekankan pentingnya peningkatan layanan air bersih seiring dengan kenaikan tarif. "Evaluasi itu, kata Herman, karena dirinya juga berharap jika nanti terjadi peningkatan tarif, harus ada peningkatan layanan juga yang progresif, bahkan ketika layanannya jauh lebih meningkat daripada tarif akan lebih baik. Karena peningkatan tarif jangan hanya dipandang dari satu aspek tapi harus menyeluruh termasuk tadi kepastian peningkatan layanan sekarang kami mau bertemu dengan wali kota dan kita akan diskusikan," tuturnya.
Ia berharap agar masyarakat mendapatkan manfaat yang sepadan dengan kenaikan tarif yang dibebankan. "Harus ada kepastian kalau rakyat menerima beban karena ada tambahan tarif tapi dalam waktu yang bersamaan masyarakat mendapatkan kemanfaatan dengan kecepatan dan kualitas pelayanan yang jauh lebih baik," tegas Herman.
Perlu diingat bahwa Jawa Barat mengalami deflasi 0,68 persen secara bulanan (month to month/mtm) pada Januari 2025. Oleh karena itu, stabilitas inflasi perlu dijaga agar tidak merugikan konsumen maupun produsen. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan ini.
Kesimpulannya, kenaikan tarif air di Kota Bandung berpotensi memicu inflasi, tetapi pemerintah daerah berkomitmen untuk memantau dampaknya dan memastikan peningkatan layanan air bersih bagi masyarakat.