Tiga Perusahaan Tambak di Dompu Belum Kantongi Izin Lengkap
Tiga dari enam perusahaan tambak di Dompu, NTB, belum memiliki izin lengkap, termasuk izin Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), yang berpotensi mencemari lingkungan.
Dompu, NTB, 11 Maret 2024 (ANTARA) - Di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB), terdapat enam perusahaan tambak, namun tiga di antaranya belum mengantongi izin lengkap. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi pencemaran lingkungan, mengingat pengelolaan limbah yang kurang optimal.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Dompu, Amiruddin, mengungkapkan bahwa hanya tiga perusahaan yang telah memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Dari tiga perusahaan tersebut, baru satu yang beroperasi, sementara dua lainnya masih dalam tahap persiapan. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh Amiruddin pada Selasa, 11 Maret 2024, di Dompu.
Keenam perusahaan tambak tersebut adalah PT Anugerah Berkah Berkelimpahan (ABB), CV Kiwu Sukses Bersama (KSB), PT Alfa Segara Makmur (ASM), CV Sumber Mata Air Bima (SMAB), PT Budi Daya Laut Tambora (BLT), dan Ir Mulyadi Tjahyono Dkk. Ketiga perusahaan yang telah memiliki izin IPAL adalah PT ABB, PT ASM, dan Ir Mulyadi Tjahyono Dkk. Sementara itu, CV KSB, CV SMAB, dan PT BLT masih belum memiliki izin tersebut.
Perbedaan Sistem Tambak Intensif dan Tradisional
Amiruddin menjelaskan perbedaan mencolok antara sistem tambak intensif dan tradisional di Dompu. Tambak intensif, seperti yang dikelola oleh keenam perusahaan tersebut, membutuhkan investasi modal yang besar dan mengandalkan lingkungan yang terkontrol. Sistem ini menggunakan air laut yang disterilkan dan direkayasa, sehingga pengelolaan limbah menjadi sangat penting untuk mencegah pencemaran.
Sebaliknya, tambak tradisional di Teluk Cempi, yang dikelola oleh sekitar 1.600 petani, mengandalkan sistem alami. Mereka memanfaatkan air pasang untuk mendapatkan air laut dan proses budi dayanya berlangsung secara alami. Luas tambak tradisional di Teluk Cempi mencapai sekitar 2.600 hektare, yang tersebar di Kecamatan Pajo, Dompu, dan Woja. Sekitar 930 hektare di antaranya merupakan tambak udang, sementara sisanya merupakan tambak bandeng dan jenis tambak lainnya.
"Posisi yang jauh dari laut, membuat petani mengandalkan air pasang untuk mendapatkan air laut untuk budi dayanya dan ini dilakukan secara alami. Sehingga potensi rugi dan untungnya sama-sama besarnya," jelas Amiruddin.
Kewajiban Perusahaan Tambak Intensif
Amiruddin juga menjelaskan perbedaan kewajiban antara perusahaan tambak intensif dan tambak tradisional. Perusahaan tambak intensif, karena menggunakan air laut langsung, memiliki kewajiban untuk membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) setiap tahunnya. Sementara itu, tambak tradisional yang mengandalkan sistem alami tidak dikenakan retribusi.
"Tidak semua memiliki IPAL. Yang memiliki pun masih pada proses pengendapan secara alami. Belum sampai pada mengolah sebelum dibuang ke laut," ungkap Amiruddin terkait pengelolaan limbah di beberapa perusahaan tambak intensif.
Satu-satunya perusahaan tambak intensif yang IPAL-nya sudah beroperasi adalah milik Ir Mulyadi Tjahyono Dkk di Hodo, Desa Soritatanga, Kecamatan Pekat. Dua perusahaan lainnya yang sudah memiliki izin IPAL masih dalam tahap persiapan operasional.
Ketiga perusahaan tambak yang belum memiliki izin IPAL perlu segera melengkapi perizinan dan membangun IPAL yang berfungsi optimal untuk mencegah pencemaran lingkungan. Hal ini penting untuk menjaga kelestarian ekosistem laut dan keberlanjutan usaha pertambakan di Dompu.
Pemerintah Kabupaten Dompu perlu melakukan pengawasan ketat terhadap operasional tambak intensif untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan lingkungan dan perizinan. Langkah ini penting untuk melindungi lingkungan dan keberlangsungan usaha pertambakan yang berkelanjutan di daerah tersebut.