Tren Positif! Pengangguran di Jateng Turun Menjadi 4,33 Persen
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah mencatat penurunan tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2025 menjadi 4,33 persen, sebuah tren positif dalam lima tahun terakhir.
Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Tengah baru-baru ini mengumumkan kabar baik terkait kondisi ketenagakerjaan di provinsi tersebut. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jateng pada Februari 2025 tercatat turun menjadi 4,33 persen. Penurunan ini menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja dan merupakan kabar positif bagi perekonomian Jawa Tengah.
Kepala BPS Jateng, Endang Tri Wahyuningsih, menjelaskan bahwa angka 4,33 persen berarti dari setiap 100 orang angkatan kerja, hanya empat orang yang tergolong pengangguran. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh beliau dalam konferensi pers di Semarang pada Senin lalu. Penurunan ini menunjukkan tren positif yang berkelanjutan dalam beberapa tahun terakhir.
Tren penurunan pengangguran di Jateng memang terlihat konsisten dalam lima tahun terakhir. Pada Februari 2021, TPT masih berada di angka 5,96 persen. Angka tersebut kemudian menurun secara bertahap menjadi 5,75 persen (Februari 2022), 5,24 persen (Februari 2023), dan 4,39 persen (Februari 2024) sebelum akhirnya mencapai 4,33 persen pada Februari 2025.
Analisis Data Pengangguran Jateng
Data BPS menunjukkan adanya dinamika yang menarik dalam penurunan angka pengangguran di Jawa Tengah. Meskipun angka pengangguran secara keseluruhan menurun, terdapat perbedaan tren antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Di perkotaan, tingkat pengangguran justru mengalami sedikit peningkatan dari 5,02 persen pada Februari 2024 menjadi 5,27 persen pada Februari 2025. Namun, di perdesaan, terjadi penurunan yang signifikan dari 3,67 persen menjadi 3,17 persen dalam periode yang sama.
Perbedaan tren ini menunjukkan perlunya analisis lebih lanjut untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi ketenagakerjaan di masing-masing wilayah. Kemungkinan adanya perbedaan sektor ekonomi dominan, akses terhadap pelatihan kerja, dan kebijakan pemerintah daerah dapat menjadi faktor penentu.
Lebih lanjut, BPS juga mencatat bahwa lulusan SMK masih menduduki peringkat tertinggi dalam angka pengangguran. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara keterampilan yang dimiliki lulusan SMK dengan kebutuhan pasar kerja. Perlunya peningkatan kualitas pendidikan vokasi dan penyesuaian kurikulum dengan kebutuhan industri menjadi hal yang perlu diperhatikan.
Implikasi dan Tantangan ke Depan
Penurunan tingkat pengangguran di Jawa Tengah merupakan sinyal positif bagi perekonomian daerah. Namun, tantangan tetap ada, terutama dalam menjaga tren positif ini dan mengatasi disparitas antara wilayah perkotaan dan perdesaan, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia, khususnya lulusan SMK.
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah perlu terus berupaya meningkatkan program-program pelatihan kerja dan penciptaan lapangan kerja baru. Kerjasama antara pemerintah, dunia usaha, dan lembaga pendidikan sangat penting untuk memastikan kesesuaian antara keterampilan tenaga kerja dengan kebutuhan pasar.
Selain itu, pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap kebijakan ketenagakerjaan juga perlu dilakukan untuk memastikan efektivitas program dan penyesuaian strategi jika diperlukan. Dengan langkah-langkah yang tepat, Jawa Tengah dapat terus menekan angka pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Secara keseluruhan, data BPS menunjukkan tren positif dalam penurunan tingkat pengangguran di Jawa Tengah. Namun, perlu adanya perhatian serius terhadap disparitas wilayah dan peningkatan kualitas pendidikan vokasi agar tren positif ini dapat berkelanjutan dan memberikan dampak yang lebih luas bagi masyarakat Jawa Tengah.