Unipa: Penelitian Mangrove dan Lamun untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Universitas Papua (Unipa) memimpin riset internasional tentang peran ekosistem mangrove dan lamun dalam mitigasi perubahan iklim di Raja Ampat dan Sorong, Papua Barat Daya, melibatkan ilmuwan lokal dan asing serta masyarakat setempat.
Manokwari, 14 Februari 2025 - Universitas Papua (Unipa) memulai penelitian internasional skala besar untuk mengungkap peran penting ekosistem mangrove dan padang lamun dalam melawan perubahan iklim dan dampaknya terhadap masyarakat pesisir. Penelitian inovatif ini, bertajuk 'Solusi Iklim Biru', memfokuskan dua wilayah utama di Provinsi Papua Barat Daya: Raja Ampat dan Sorong.
Kerjasama Internasional untuk Mitigasi Perubahan Iklim
Unipa berkolaborasi dengan University of Rhode Island, East Carolina University, dan University of the Virgin Islands dalam proyek ambisius ini. Wakil Rektor Unipa, Dr. Yusuf Sawaki, menjelaskan bahwa penelitian melibatkan dua tim utama. Tim ilmu alam (natural science) bertugas mengumpulkan data ekologi dan lingkungan terkait mangrove dan lamun. Sementara itu, tim ilmu sosial (citizen science) fokus pada data pemanfaatan sumber daya mangrove dan lamun berdasarkan kearifan lokal masyarakat.
Pendekatan transdisipliner yang unik ini menggabungkan ilmu alam dan sosial untuk menghasilkan data dan prediksi akurat, mencegah kepunahan habitat vital ini. Dr. Sawaki menekankan pentingnya kerjasama internasional dalam menyediakan informasi ilmiah untuk perumusan kebijakan pemerintah pusat dan daerah terkait pemanfaatan sumber daya pesisir. Pembangunan berkelanjutan, katanya, harus mempertimbangkan keberadaan ekosistem mangrove dan lamun.
Peran Masyarakat Lokal dalam Pelestarian
Tim ilmu sosial telah melakukan diskusi kelompok terfokus untuk meningkatkan pemahaman masyarakat lokal tentang peran ekosistem mangrove dan lamun dalam menyerap karbon. Kedua habitat ini menawarkan solusi inovatif dalam menghadapi perubahan iklim global, sehingga pelestariannya membutuhkan peran aktif masyarakat. Tradisi dan nilai-nilai lokal yang masih dipegang erat oleh masyarakat menjadi kunci keberhasilan upaya konservasi ini.
Dr. Sawaki menambahkan, rangkaian kerjasama internasional ini diawali dengan workshop selama tiga hari (9-11 Januari 2025) di Sorong. Workshop bertema 'Konvergensi Pengetahuan Mengenai Solusi Iklim Biru dan Penelitian Tentang Pengembangan Global Center Karbon Biru dan Solusi Perubahan Iklim Dunia' bertujuan memfasilitasi kerjasama riset antara universitas di Amerika Serikat dan Indonesia, serta para pemangku kepentingan di daerah.
Kesimpulan: Kolaborasi untuk Masa Depan
Penelitian kolaboratif Unipa ini menandai langkah signifikan dalam memahami dan melindungi ekosistem mangrove dan lamun di Papua Barat Daya. Dengan menggabungkan keahlian ilmiah internasional dan pengetahuan lokal, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi penting bagi upaya mitigasi perubahan iklim global dan pembangunan berkelanjutan di wilayah tersebut. Hasil riset ini akan menjadi acuan penting bagi kebijakan pemerintah dan praktik konservasi yang berkelanjutan untuk generasi mendatang. Pentingnya kolaborasi antara ilmuwan, pemerintah, dan masyarakat lokal dalam menjaga kelestarian lingkungan menjadi fokus utama penelitian ini.
Melalui pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, penelitian ini berpotensi besar untuk memberikan solusi inovatif dalam menghadapi tantangan perubahan iklim dan memastikan keberlanjutan ekosistem pesisir di Papua Barat Daya. Inisiatif ini juga menjadi contoh nyata bagaimana kerjasama internasional dapat berkontribusi pada upaya konservasi lingkungan di tingkat global.