Wali Kota Semarang Pimpin Dugderan Usai Retret, Tradisi Akulturasi Budaya yang Unik
Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, memimpin Kirab Budaya Dugderan setelah retret di Akmil, menandai dimulainya Ramadhan dan pemerintahan baru, serta menampilkan akulturasi budaya Semarang.
Wali Kota Semarang, Agustina Wilujeng Pramestuti, memimpin prosesi Kirab Budaya Dugderan pada Jumat, 28 Februari 2024, setelah mengikuti retret kepala daerah di Akademi Militer (Akmil) Magelang. Acara ini menandai dimulainya bulan suci Ramadhan 1446 Hijriah dan pemerintahan baru di Kota Semarang di bawah kepemimpinan Agustina dan Wakil Wali Kota Iswar Aminuddin. Prosesinya diawali upacara di halaman Balai Kota, dilanjutkan dengan pawai menuju Masjid Agung Semarang.
Agustina, yang berperan sebagai Adipati Semarang, tampak anggun dalam balutan kebaya merah, didampingi Iswar yang mengenakan baju khas Semarangan berwarna abu-abu. Sebelum pawai dimulai, mereka bersama Forkompinda memukul bedug, disambut flashmob siswa sekolah. Agustina kemudian memecahkan kendi sebagai tanda dimulainya kirab, yang dipimpin Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Wing Wiyarso, menunggang kuda.
Pawai tersebut melibatkan kereta kencana yang membawa Wali Kota, Wakil Wali Kota, Ketua DPRD, dan jajaran Forkompinda menuju Masjid Agung Semarang. Di sana, prosesi dilanjutkan dengan pembacaan suhuf halaqoh dan pembagian kue ganjel rel di Aloon-Aloon Semarang. Tradisi Dugderan ini merupakan perpaduan unik berbagai budaya di Semarang, mencerminkan toleransi tinggi masyarakatnya.
Dugderan: Tradisi Toleransi dan Akulturasi Budaya Semarang
Wali Kota Agustina menekankan pentingnya Dugderan sebagai tradisi tahunan menjelang Ramadhan yang menyatukan berbagai etnis dan kebudayaan di Semarang. "Semarang ini terdiri atas berbagai macam etnis dan kebudayaan yang disatukan," ujarnya. Ia mencontohkan Warak Ngendok, hewan mitologi yang merepresentasikan budaya Jawa, Arab, Melayu, dan Tionghoa, sebagai simbol toleransi masyarakat Semarang.
Agustina juga menyoroti tantangan toleransi di masa mendatang, terutama selama bulan Ramadhan dan Lebaran. Ia berharap Dugderan dapat dipersiapkan lebih baik lagi untuk mempromosikan potensi budaya dan pariwisata Semarang, bahkan hingga ke kancah internasional. "Ke depan dipersiapkan lebih baik lagi, dan akan mengundang tamu-tamu dari luar. Supaya ini mengangkat nama kota Semarang. Ini unik dan keren keterlibatan masyarakatnya luar biasa," pungkasnya.
Kepala Disbudpar Kota Semarang, Wing Wiyarso, menambahkan bahwa antusiasme masyarakat terhadap Dugderan tahun ini sangat luar biasa. Ia menjelaskan bahwa Dugderan merupakan tradisi tahunan yang terasa spesial tahun ini karena dipimpin oleh pemimpin daerah yang baru.
Sejarah Dugderan dan Maknanya
Wing Wiyarso juga menjelaskan sejarah Dugderan yang diinisiasi oleh Kanjeng Bupati Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat pada tahun 1881. "Beliau mewujudkan satu kolaborasi akulturasi budaya. Ketika masyarakat muslim menjelang Ramadhan, antara umara dengan ulama bersama-sama mengumumkan kepada masyarakat untuk menyambut bulan suci Ramadhan," jelasnya. Tradisi ini menunjukkan kolaborasi harmonis antara pemerintah dan ulama dalam menyambut bulan suci Ramadhan.
Dugderan bukan sekadar perayaan, tetapi juga representasi dari sejarah dan budaya Kota Semarang yang kaya akan toleransi dan akulturasi. Acara ini berhasil menyatukan berbagai elemen masyarakat dalam sebuah perayaan yang meriah dan penuh makna.
Dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat, mulai dari siswa sekolah hingga jajaran Forkompinda, Dugderan tahun ini menjadi bukti nyata dari semangat kebersamaan dan toleransi di Kota Semarang. Semoga tradisi ini terus lestari dan menjadi ikon kebudayaan Kota Semarang yang dikenal di kancah nasional maupun internasional.