Wamendagri Minta Komisi II DPR Periksa Rekrutmen ASN di Daerah
Wakil Menteri Dalam Negeri meminta Komisi II DPR RI untuk menyelidiki temuan praktik pengangkatan ASN di daerah yang melanggar aturan pemerintah pusat, terutama terkait dengan batas waktu pengangkatan CPNS dan PPPK.
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Ribka Haluk, telah meminta Komisi II DPR RI untuk melakukan investigasi mendalam terkait berbagai permasalahan dalam proses pengangkatan Aparatur Sipil Negara (ASN) di berbagai daerah di Indonesia. Permintaan ini disampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI di Jakarta pada Senin. Temuan praktik pengangkatan pegawai yang tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah pusat menjadi latar belakang utama permintaan tersebut. Hal ini berdampak pada efektivitas birokrasi dan penggunaan anggaran negara.
Dalam rapat tersebut, Wamendagri Ribka Haluk menekankan pentingnya kepatuhan terhadap jadwal dan mekanisme pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kementerian PANRB). "Jadwal pengangkatan CPNS itu paling lambat Juni 2025, sedangkan PPPK paling lambat Oktober 2025. Ini menjadi catatan penting bagi para gubernur dan seluruh kepala daerah agar benar-benar mengacu pada arahan Kementerian PANRB," tegas Ribka Haluk.
Namun, Ribka Haluk menyoroti masih adanya beberapa daerah yang mengabaikan ketentuan tersebut. Beberapa daerah masih melakukan pengangkatan PPPK meskipun proses pengangkatan pegawai kategori 1 (K1) dan kategori 2 (K2) telah selesai di tingkat nasional. Lebih memprihatinkan lagi, ada daerah yang bahkan belum mengajukan usulan formasi pengangkatan sesuai instruksi pemerintah pusat. "K1 dan K2 itu sudah selesai, tapi kita lihat masih ada daerah yang mengangkat. Bahkan ada juga yang belum mengusulkan. Ini harus menjadi perhatian serius," ujar Wamendagri.
Pengawasan Ketat Terhadap Rekrutmen ASN
Menyikapi temuan tersebut, Wamendagri meminta Komisi II DPR RI untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam rekrutmen ASN di daerah. Hal ini penting untuk memastikan seluruh proses rekrutmen sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Silakan pimpinan rapat dan Komisi II melakukan pendalaman terkait isu pengangkatan ASN di luar dari PPPK dan K2, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota," pungkas Ribka Haluk.
Pemerintah pusat menyadari bahwa permasalahan dalam pengangkatan ASN di daerah dapat berdampak signifikan terhadap efektivitas birokrasi dan pengelolaan keuangan negara. Oleh karena itu, disiplin dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, termasuk dalam pengelolaan sumber daya manusia aparatur, menjadi sangat penting. Pemerintah berharap dengan adanya investigasi ini, praktik-praktik yang menyimpang dapat dihentikan dan rekrutmen ASN dapat berjalan lebih transparan dan akuntabel.
Untuk memberikan konteks yang lebih jelas, perlu dijelaskan bahwa pegawai K1 dan K2 merupakan tenaga honorer yang diangkat sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. K1 mencakup tenaga honorer yang dibiayai langsung dari APBN atau APBD, sementara K2 adalah mereka yang bekerja di instansi pemerintah tanpa mekanisme pembiayaan resmi. Penyelesaian status K1 dan K2 telah menjadi program nasional dan pemerintah menyatakan proses pengangkatan mereka telah dituntaskan. Dengan demikian, daerah tidak boleh lagi mengangkat pegawai baru di luar jalur CPNS atau PPPK.
Dampak Pelanggaran Aturan Pengangkatan ASN
Praktik pengangkatan ASN yang tidak sesuai aturan berpotensi menimbulkan berbagai masalah. Salah satunya adalah ketidakadilan bagi calon ASN yang mengikuti prosedur resmi. Selain itu, pengangkatan yang tidak transparan dapat membuka peluang korupsi dan kolusi. Hal ini pada akhirnya dapat mengganggu kinerja pemerintahan dan merugikan negara.
Oleh karena itu, peran Komisi II DPR RI dalam menyelidiki masalah ini sangat penting. Komisi II diharapkan dapat memberikan rekomendasi yang tepat untuk mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas dalam rekrutmen ASN merupakan kunci untuk membangun birokrasi yang efektif dan efisien.
Investigasi yang dilakukan Komisi II DPR RI diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas tentang sejauh mana pelanggaran aturan pengangkatan ASN terjadi di daerah. Hasil investigasi ini nantinya dapat menjadi dasar bagi pemerintah pusat untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna memperbaiki sistem rekrutmen ASN dan mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa mendatang.
Dengan adanya pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang tegas, diharapkan proses rekrutmen ASN di Indonesia akan semakin transparan, akuntabel, dan adil bagi semua pihak. Hal ini penting untuk mewujudkan birokrasi yang profesional dan berintegritas dalam mendukung pembangunan nasional.