Indonesia Bangkit: Hadapi Gempuran Otomotif Asing dengan Strategi Cerdas
Pakar otomotif ITB, Yannes Martinus Pasaribu, menyoroti perlunya strategi jitu Indonesia menghadapi persaingan ketat industri otomotif global, termasuk dari China, Jepang, dan Eropa, dengan fokus pada mobil nasional, peningkatan TKDN, dan pengembangan SDM
Jakarta, 05/03/2024 (ANTARA) - Persaingan industri otomotif di Indonesia semakin ketat dengan hadirnya berbagai merek asal China, Jepang, Korea Selatan, dan Eropa. Pakar otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Martinus Pasaribu, menekankan perlunya Indonesia mengambil langkah strategis untuk menghadapi gempuran ini dan membangun industri otomotif nasional yang kompetitif.
Yannes menjelaskan bahwa menghidupkan kembali ambisi menciptakan mobil nasional merupakan langkah krusial. Pemerintah perlu mengambil pendekatan yang realistis, yaitu bermitra dengan perusahaan teknologi atau manufaktur global, termasuk dari China, untuk desain, komponen kunci, serta tetap mempertahankan identitas lokal. Hal ini disampaikannya dalam wawancara dengan ANTARA pada Rabu lalu.
Penguatan rantai pasok lokal juga menjadi kunci keberhasilan. Peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) hingga 70-80 persen untuk semua kendaraan, termasuk Baterai Electric Vehicle (BEV), menjadi target yang harus dicapai. Kebijakan insentif pajak bagi perusahaan yang memproduksi komponen dalam negeri, seperti baterai, motor listrik, dan bodi, juga perlu dipertimbangkan untuk mendorong partisipasi produsen lokal.
Membangun Industri Baterai Lokal dan Penguatan TKDN
Pemanfaatan cadangan nikel Indonesia untuk membangun industri baterai lokal merupakan langkah strategis. Kerja sama dengan perusahaan global seperti CATL (China) atau LG Chem (Korea) dapat diperluas, tetapi harus disertai dengan transfer teknologi dan pembentukan perusahaan patungan dengan mayoritas saham dimiliki Indonesia. Pemerintah juga perlu memberikan insentif bagi produsen lokal yang berkomitmen tinggi, misalnya dengan mengalihkan subsidi EV dari konsumen ke produsen.
Penerapan standar kualitas yang ketat, termasuk keamanan dan emisi, serta pembatasan impor kendaraan CBU (Completely Built Up) akan memaksa merek asing untuk merakit kendaraan di Indonesia, menciptakan lapangan kerja dan nilai tambah ekonomi lokal. Subsidi EV sebaiknya dialihkan ke produsen lokal yang berkomitmen membangun ekosistem industri di Indonesia, termasuk fasilitas perakitan dan R&D.
Hal ini akan mendorong pertumbuhan industri dalam negeri dan mengurangi ketergantungan pada impor. Dengan demikian, Indonesia dapat secara bertahap mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan daya saing di pasar global.
Pengembangan SDM dan Kemudahan Akses Kendaraan Lokal
Indonesia memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni. Peningkatan daya saing SDM dapat dicapai melalui kerja sama antara pemerintah, universitas, dan industri. Hal ini akan memberikan keunggulan kompetitif di bidang teknologi baterai dan kendaraan otonom. Edukasi konsumen terkait manfaat EV dan kampanye untuk memilih produk lokal dengan TKDN tinggi juga penting.
Pelatihan tenaga kerja di bidang manufaktur EV, perawatan baterai, dan teknologi digital sangat diperlukan. Kerja sama dengan politeknik dan perusahaan otomotif dari berbagai negara, seperti China, Jepang, dan Korea Selatan, dapat membangun pondasi yang kuat untuk masa depan. Pemerintah juga perlu memberikan kemudahan akses kendaraan lokal bagi konsumen, seperti keringanan PPnBM atau kredit berbunga rendah.
Untuk mengurangi ketergantungan pada satu negara, Indonesia perlu menjajaki kerja sama dengan negara lain seperti Korea Selatan atau India. Pengembangan infrastruktur pendukung, seperti SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum), juga perlu dipercepat. Target 31.000 unit EV pada 2030 perlu ditingkatkan menjadi 50.000 unit, dengan memastikan listrik berasal dari sumber energi terbarukan.
Tantangan dan Langkah Strategis ke Depan
Indonesia menghadapi tantangan seperti koordinasi antar-instansi yang terhambat birokrasi, kekurangan modal dan teknologi, serta high cost economy. Untuk membangun industri lokal yang kuat, pemerintah perlu menarik investasi produktif, menyiapkan SDM dan infrastruktur pendukung yang memadai. Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat menjadi pemain utama di industri otomotif global.
“Jika Indonesia hanya pasrah pada persaingan merek China, Jepang, dan Eropa, bangsa ini akan kehilangan peluang emas untuk naik kelas dalam rantai nilai global otomotif. Waktu adalah kunci, dan langkah pertama bisa dimulai dengan memperkuat regulasi TKDN serta menarik mitra strategis untuk transfer teknologi,” kata Yannes Martinus Pasaribu.