Joko Anwar Ungkap Inspirasi di Balik Film "Pengepungan di Bukit Duri": Pendidikan dan Kekerasan
Sutradara Joko Anwar mengungkapkan bahwa film terbarunya, "Pengepungan di Bukit Duri", terinspirasi dari kegelisahannya terhadap permasalahan pendidikan dan budaya kekerasan di Indonesia.
Sutradara kenamaan Indonesia, Joko Anwar, baru-baru ini mengungkapkan inspirasi di balik film terbarunya yang berjudul "Pengepungan di Bukit Duri". Dalam kunjungannya ke Antara Heritage Center di Jakarta Pusat, Senin, 10 Maret, Joko Anwar menjelaskan bahwa film ini berakar dari keprihatinannya terhadap isu-isu sosial penting di Indonesia, terutama mengenai sistem pendidikan dan maraknya budaya kekerasan.
Joko Anwar memaparkan bahwa film "Pengepungan di Bukit Duri" lahir dari kegelisahannya melihat realita pendidikan di Indonesia yang belum menjadi prioritas utama. "Kegelisahan bahwa nyatanya pendidikan belum jadi prioritas utama di Indonesia, yang implikasinya besar sekali ke seluruh sendi kehidupan bangsa," ungkap Joko Anwar. Ia menekankan bahwa dampak dari kurangnya perhatian terhadap pendidikan sangat luas dan berdampak pada berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lebih lanjut, Joko Anwar menjelaskan bahwa film ini menyampaikan pesan moral yang kuat tentang urgensi menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama. Menurutnya, sekolah bukan hanya sekadar tempat belajar mengajar, melainkan juga tempat pembentukan karakter, etika, dan moral generasi muda. Ia melihat adanya keterkaitan erat antara sistem pendidikan yang kurang optimal dengan meningkatnya budaya kekerasan di masyarakat.
Pendidikan dan Budaya Kekerasan: Dua Sisi Masalah
Joko Anwar menambahkan bahwa masalah kurangnya prioritas pada pendidikan diperparah dengan maraknya budaya kekerasan, khususnya di kalangan anak muda. Banyak anak muda yang menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan mereka, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat, namun tidak memiliki saluran yang aman dan sehat untuk mengekspresikan frustrasi mereka. "Budaya kekerasan yang ada di masyarakat kita adalah akibat dari kegagalan sistem dalam memberikan cara yang lebih sehat untuk menanggulangi kekecewaan," tegas Joko Anwar.
Ia juga menyoroti pemilihan para pemain film "Pengepungan di Bukit Duri". Tidak hanya memiliki kemampuan akting yang mumpuni, para pemain seperti Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Pitrashata Malasan, dan Satine Zaneta juga dinilai memiliki pemahaman mendalam dan kepedulian terhadap isu-isu sosial yang diangkat dalam film ini. Mereka dinilai peka terhadap permasalahan kekerasan dan pendidikan.
Dengan melibatkan para pemain yang memiliki kepekaan sosial yang tinggi, Joko Anwar berharap film ini dapat menyampaikan pesan yang lebih bermakna dan menyentuh hati penonton. Para pemain tidak hanya memerankan karakter, tetapi juga turut serta dalam menyampaikan pesan moral yang ingin disampaikan.
Harapan Joko Anwar untuk "Pengepungan di Bukit Duri"
Melalui film bergenre drama aksi ini, Joko Anwar berharap "Pengepungan di Bukit Duri" dapat memberikan dampak emosional, pemahaman, dan refleksi bagi masyarakat Indonesia. Ia ingin penonton tidak hanya terhibur, tetapi juga tergerak untuk lebih memperhatikan masalah pendidikan dan budaya kekerasan yang terus berkembang di Indonesia.
Joko Anwar menekankan bahwa film ini bukan sekadar cerita fiktif, melainkan juga sebuah media untuk menyampaikan isu-isu sosial secara menyentuh dan efektif. "Film ini tidak hanya tentang cerita yang disampaikan, tetapi juga tentang cara kita menyampaikan isu-isu ini secara menyentuh tanpa terkesan ceramah," tutup Joko Anwar. Ia berharap film ini dapat menjadi pemantik diskusi dan perubahan positif dalam masyarakat Indonesia.
Dengan memadukan unsur drama dan aksi, Joko Anwar berupaya untuk menghadirkan film yang menghibur sekaligus menggugah kesadaran penonton akan pentingnya pendidikan dan upaya untuk mengurangi budaya kekerasan di Indonesia. Film ini diharapkan dapat menjadi jembatan komunikasi antara pembuat film dan masyarakat dalam membahas isu-isu sosial yang krusial.