Sembilan Isu Krusial Penyiaran Multiplatform di Indonesia: Dari Monopoli Informasi hingga Digitalisasi Radio
Kementerian Kominfo mengungkap sembilan isu penting dalam penyiaran multiplatform di Indonesia, mulai dari monopoli informasi hingga digitalisasi radio, yang perlu diatasi untuk kemajuan industri penyiaran nasional.
Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Edwin Hidayat Abdullah, baru-baru ini mengungkapkan sembilan isu krusial yang dihadapi lembaga penyiaran dalam era multiplatform. Pernyataan ini disampaikan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi I DPR RI di Jakarta, Senin (10/3), membahas pengaturan penyiaran multiplatform dalam perubahan Undang-Undang Penyiaran. Isu-isu ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pengawasan konten hingga digitalisasi infrastruktur penyiaran.
Salah satu isu utama yang diangkat adalah masalah pemusatan kepemilikan dan pengawasan lembaga penyiaran, termasuk kepemilikan silang antar lembaga. Edwin menekankan perlunya penyesuaian regulasi dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat akan akses informasi yang beragam. Tujuannya adalah untuk mencegah monopoli informasi dan opini yang tidak seimbang, mengingat masyarakat kini mengakses informasi dari berbagai platform media.
Selain itu, harmonisasi pengawasan konten program siaran juga menjadi sorotan. Kominfo menilai perlu adanya penyesuaian dengan aturan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk memastikan konten siaran tetap sesuai dengan norma dan etika.
Harmonisasi Pengawasan Konten dan Digitalisasi
Edwin juga menyoroti perlunya harmonisasi pengawasan konten siaran, dengan mengacu pada UU ITE. Hal ini penting untuk menjaga kualitas dan etika siaran di tengah perkembangan teknologi digital. Transformasi digital pada lembaga penyiaran juga menjadi isu penting, termasuk pengaturan penggunaan teknologi baru dan peta jalan implementasinya. Ini menuntut adaptasi dan inovasi agar lembaga penyiaran tetap relevan dan kompetitif.
Lebih lanjut, isu Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) penyiaran dengan mekanisme biaya hak penyelenggaraan penyiaran juga menjadi perhatian. Kominfo mempertimbangkan pendekatan ekonomis terhadap PNBP, serupa dengan sektor telekomunikasi yang menggunakan persentase gross revenue sebagai dasar perhitungan. Namun, penerapan ini masih ditunda karena beberapa pertimbangan.
Relevansi lembaga penyiaran komunitas (LPK) di era televisi digital juga perlu diatur ulang, termasuk penempatannya. Penguatan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Komisi Penyiaran Daerah (KPID) juga menjadi fokus, khususnya terkait kewenangan, fungsi, tugas, serta hubungan hierarki antar keduanya. Aspek keanggotaan, anggaran, pelaporan, dan kode etik juga perlu diatur dengan lebih jelas.
Digitalisasi Radio dan Peran Pelaku Penyiaran
Digitalisasi radio menjadi isu penting lainnya yang memerlukan aturan dan peta jalan yang jelas, termasuk penerapan simulcast. Jenis penyelenggaraan penyiaran dalam multiplatform dan digitalisasi juga perlu disesuaikan dengan peran setiap pelaku, seperti penyedia infrastruktur, penyedia program siaran, penyelenggara agregator, dan pengembang konten siaran. Kominfo menekankan perlunya peta peran yang jelas dan fasilitasi perizinan.
Terakhir, penguatan kelembagaan dan tata kelola lembaga penyiaran publik seperti TVRI, Radio Republik Indonesia (RRI), dan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA juga menjadi perhatian. Kominfo mengkaji kemungkinan penggabungan kelembagaan dan penggunaan satu platform bersama infrastruktur yang terintegrasi.
Tujuan strategis penyelenggaraan penyiaran multiplatform, menurut Edwin, antara lain memperkuat integrasi nasional, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan membangun masyarakat yang demokratis dan sejahtera. Selain itu, penyiaran multiplatform juga bertujuan untuk menjaga moralitas, nilai-nilai agama, dan jati diri bangsa, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Penyiaran multiplatform diharapkan dapat mendukung keberlangsungan penyelenggaraan penyiaran nasional, mendorong inovasi, dan melibatkan generasi muda dalam pengembangan konten siaran yang kreatif dan inovatif.
Kesimpulannya, sembilan isu ini mencerminkan kompleksitas tantangan yang dihadapi industri penyiaran Indonesia dalam era digital. Perlu adanya kolaborasi dan sinergi antara pemerintah, lembaga penyiaran, dan pemangku kepentingan lainnya untuk menemukan solusi yang tepat dan memastikan keberlangsungan industri penyiaran nasional yang sehat dan berkelanjutan.