70% Pekerja Migran Perempuan Berisiko Tinggi, Wamen P2MI Terima Masukan Revisi UU Pelindungan Pekerja Migran
Wakil Menteri P2MI Christina Aryani menerima masukan krusial dari Komnas Perempuan terkait revisi UU Pelindungan Pekerja Migran, menyoroti urgensi perlindungan bagi 70% pekerja perempuan yang rentan.

Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Christina Aryani, telah mengadakan audiensi penting dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). Pertemuan ini berlangsung di Kantor Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Kemen-P2MI) di Jakarta pada hari Senin.
Audiensi tersebut berfokus pada pembahasan dan penerimaan masukan terkait revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). RUU ini merupakan agenda prioritas yang telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI.
Inisiatif ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa regulasi yang akan datang dapat memberikan perlindungan yang lebih komprehensif. Terutama bagi pekerja migran perempuan yang merupakan mayoritas dan memiliki kerentanan tinggi terhadap berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi di seluruh siklus migrasi.
Urgensi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja Migran
Dalam pertemuan tersebut, Komnas Perempuan menyampaikan sejumlah poin krusial yang perlu diakomodasi dalam revisi Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran. Masukan utama mencakup pengakuan serta pelindungan hak-hak perempuan pekerja migran secara menyeluruh.
Pelindungan ini harus mencakup seluruh siklus migrasi, mulai dari persiapan di negara asal, selama bekerja di negara tujuan, hingga proses reintegrasi saat kembali ke tanah air. Hal ini bertujuan untuk mencegah segala bentuk kekerasan berbasis gender, eksploitasi, diskriminasi, dan pelanggaran hak asasi manusia.
Christina Aryani menegaskan bahwa Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia senantiasa terbuka terhadap berbagai masukan. Terutama dari pihak-pihak yang memiliki kepedulian terhadap isu pekerja migran, termasuk Komnas Perempuan, demi penyempurnaan RUU Pelindungan Pekerja Migran.
Data dan Tantangan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia
Data dari Kemen-P2MI menunjukkan bahwa antara tahun 2020 hingga 2024, sebanyak 999.947 pekerja migran telah ditempatkan di luar negeri. Dari jumlah signifikan tersebut, 671.271 orang atau sekitar 70 persen merupakan perempuan.
Persentase yang tinggi ini mengindikasikan bahwa perempuan pekerja migran menjadi kelompok yang sangat rentan. Mereka memerlukan perhatian khusus dan kerangka pelindungan yang kuat untuk menghadapi berbagai risiko selama bekerja di luar negeri.
Tingginya angka pekerja migran perempuan yang berisiko tinggi menjadi dasar kuat bagi Komnas Perempuan untuk mendesak revisi Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran. Revisi ini diharapkan dapat memberikan jaminan hukum yang lebih baik.
Prinsip Keadilan dan Perspektif Gender dalam Revisi UU
Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, menekankan pentingnya audiensi ini sebagai bagian dari mandat Komnas Perempuan. Mandat tersebut adalah memberikan saran, masukan, dan pertimbangan kepada pemerintah dan legislatif terkait kebijakan atau regulasi.
Ulfah berharap bahwa pemenuhan hak-hak perempuan akan menjadi landasan utama dalam Undang-Undang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang baru. Hal ini mencerminkan komitmen terhadap keadilan gender dalam setiap aspek regulasi.
Salah satu poin penting yang disoroti Komnas Perempuan adalah perlunya peninjauan ulang proses administratif. Proses ini harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan perspektif yang substantif, terutama perspektif gender, untuk memastikan tidak ada diskriminasi atau ketidakadilan yang terjadi.