Airlangga dan CEO EGA Bahas Proyek Aluminium: Tantangan dan Peluang
Menko Airlangga Hartarto bertemu CEO EGA untuk membahas kelanjutan kerja sama pengembangan smelter aluminium di Indonesia, menghadapi tantangan pasokan listrik rendah karbon.

Dubai, 15 Februari 2025 - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, baru-baru ini bertemu dengan CEO Emirates Global Aluminium (EGA), Abdulnasser Ibrahim Saif Bin Kalban, di sela-sela World Government Summit 2025. Pertemuan tersebut berfokus pada kelanjutan kerja sama pengembangan produksi aluminium di Indonesia, khususnya melalui pembangunan smelter yang mengolah bauksit.
Potensi Besar, Tantangan Infrastruktur
Indonesia, dengan potensi sumber daya alamnya yang melimpah, dianggap sebagai pemain kunci potensial dalam industri aluminium global. Namun, CEO Abdulnasser menekankan perlunya studi kelayakan lebih lanjut untuk memastikan efisiensi produksi. Ia menyatakan, "Indonesia adalah negara potensial di sektor aluminium, oleh karena itu perlu terus dilakukan feasibility study guna mengukur efisiensi produk aluminium Indonesia." Hal ini menyoroti pentingnya perencanaan yang matang dan terukur sebelum memulai proyek besar.
EGA, sebagai produsen aluminium premium terbesar dunia dengan smelter di Dubai dan Abu Dhabi, telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) untuk ekspansi produksi. Namun, proyek perluasan smelter di Sumatera Utara hingga 400.000 ton per tahun terhambat oleh kendala biaya listrik dan ketersediaan listrik rendah karbon, yang krusial untuk produksi aluminium hijau.
Solusi Energi Bersih dan Kolaborasi
EGA, yang telah berhasil menerapkan panel surya sebagai sumber energi di fasilitasnya, berencana menjajaki opsi pengembangan energi bersih di Indonesia. Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah Indonesia dalam mendorong energi baru terbarukan (EBT), termasuk hidrokarbon, hidrogen, nuklir, dan baterai. Abdulnasser optimis, "Dengan kemampuan dan teknologi maju yang kami gunakan, dan potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia akan menghasilkan alumina terbaik dalam jumlah yang besar."
Menko Airlangga merespon positif rencana tersebut dan menyatakan akan berkoordinasi dengan INALUM untuk menindaklanjuti MoU yang telah ada. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk PLN, untuk memastikan pasokan listrik rendah karbon yang memadai. "Kerja sama perlu dilakukan dengan pihak lain seperti PLN untuk mengembangkan tenaga listrik rendah karbon guna memenuhi pasokan listrik yang mencukupi untuk produksi aluminium," ujarnya.
Dampak Ekonomi dan Peran Swasta
Airlangga menegaskan pentingnya memastikan agar kerja sama ini memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi Indonesia, termasuk dalam hal penciptaan lapangan kerja. "Perlu dipastikan bahwa kerja sama sektor Aluminium ini memiliki dampak ekonomi yang besar terutama dalam penciptaan lapangan kerja," ucapnya. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk memastikan proyek ini memberikan manfaat nyata bagi masyarakat Indonesia.
Keberhasilan proyek ini bergantung pada kolaborasi yang erat antara pemerintah, BUMN, dan sektor swasta. Studi kelayakan yang komprehensif, solusi energi berkelanjutan, dan perencanaan yang matang akan menjadi kunci keberhasilan pengembangan industri aluminium di Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai pemain utama di pasar global.
Kesimpulan
Pertemuan antara Menko Airlangga dan CEO EGA menandai langkah penting dalam pengembangan industri aluminium di Indonesia. Tantangan terkait infrastruktur dan energi perlu diatasi melalui kolaborasi dan inovasi. Jika berhasil, proyek ini berpotensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja di Indonesia.