Anggota DPD RI Desak Keterbukaan Soal Pengambilalihan Lahan Sawit
Anggota DPD RI Agustin Teras Narang meminta pemerintah transparan terkait pengambilalihan 3,7 juta hektare lahan sawit bermasalah, menekankan pentingnya kepastian hukum dan dampak bagi masyarakat.

Pemerintah berencana mengambil alih 3,7 juta hektare lahan sawit bermasalah di beberapa provinsi. Inisiatif ini diutarakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), dan disambut baik oleh Anggota DPD RI Agustin Teras Narang. Namun, Teras Narang menekankan pentingnya transparansi dan dasar hukum yang jelas dalam proses ini. Pengambilalihan lahan tersebut terjadi di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara.
Menurut Teras Narang, keterbukaan sangat penting agar semua pihak memahami lahan mana yang bermasalah dan mana yang tidak. Hal ini disampaikannya melalui sambungan telepon dari Palangka Raya pada Kamis lalu. Ia menyatakan, "Dengan begitu, semua pihak dapat mengetahui secara jelas dan terang benderang mengenai areal lahan kelapa sawit yang tidak bermasalah ataupun bermasalah."
Lebih lanjut, Senator asal Kalimantan Tengah ini juga mempertanyakan langkah selanjutnya setelah pengambilalihan lahan. Ia juga menyoroti nasib masyarakat sekitar perkebunan sawit yang terdampak. Teras Narang mendesak pemerintah untuk memberikan kepastian hukum dan menjelaskan manfaat dari pengambilalihan ini bagi keberlangsungan investasi di Indonesia, khususnya di Kalimantan Tengah.
Transparansi dan Kepastian Hukum dalam Pengambilalihan Lahan
Agustin Teras Narang, yang pernah menjabat sebagai Gubernur Kalimantan Tengah periode 2005-2015, mengungkapkan bahwa selama masa kepemimpinannya, ia selalu mendorong perusahaan besar swasta (PBS) untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dan menjalankan bisnis secara bersih. Ia mendukung langkah pemerintah, tetapi menekankan perlunya kejelasan dan kepastian hukum dalam proses pengambilalihan lahan sawit bermasalah.
Teras Narang menambahkan, "Jadi, apa yang dilakukan pemerintah pusat melalui Kementerian ATR/BPN ini, tentunya patut didukung. Tinggal bagaimana hal itu ada kejelasan langkah selanjutnya terkait lahan yang akan diambil alih tersebut, dan harus ada kepastian hukum, dan jelas kemanfaatannya."
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, sebelumnya telah menyatakan bahwa pemerintah telah menertibkan 1,1 juta hektare dari total 3,7 juta hektare lahan sawit bermasalah. Penertiban terhadap sisa lahan masih terus berlangsung.
Proses penertiban lahan sawit bermasalah ini perlu dilakukan secara transparan dan akuntabel. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan investor dan memastikan tidak ada kerugian bagi masyarakat yang bergantung pada sektor perkebunan sawit.
Dampak bagi Masyarakat Sekitar Perkebunan
Salah satu poin penting yang disoroti Teras Narang adalah dampak pengambilalihan lahan terhadap masyarakat sekitar perkebunan sawit. Pemerintah perlu mempertimbangkan kesejahteraan dan hak-hak masyarakat tersebut. Program relokasi atau kompensasi yang adil perlu dipertimbangkan untuk meminimalisir dampak negatif.
Kejelasan mengenai nasib pekerja dan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada perkebunan sawit yang akan diambil alih juga menjadi krusial. Pemerintah perlu merumuskan strategi yang tepat untuk memastikan transisi yang adil dan berkelanjutan.
Hal ini penting untuk menghindari konflik sosial dan memastikan bahwa proses pengambilalihan lahan tidak merugikan masyarakat. Pemerintah perlu melibatkan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan memastikan partisipasi mereka dalam menentukan solusi yang tepat.
Kesimpulan
Pengambilalihan lahan sawit bermasalah merupakan langkah penting untuk menciptakan tata kelola perkebunan yang lebih baik. Namun, keberhasilan inisiatif ini sangat bergantung pada transparansi, kepastian hukum, dan pertimbangan yang matang terhadap dampak sosial dan ekonomi bagi masyarakat. Keterbukaan dan dialog yang konstruktif antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat sangat diperlukan untuk memastikan proses ini berjalan lancar dan menghasilkan manfaat yang optimal bagi semua pihak.