Bangka Tengah Antisipasi Kluster Kemiskinan Baru Akibat PHK Karyawan Tambang
Pemkab Bangka Tengah waspada terhadap potensi munculnya kluster kemiskinan baru setelah 600 karyawan perusahaan sawit milik tersangka korupsi Thamron di-PHK, mengingat pendapatan masyarakat setempat yang sudah mendekati garis kemiskinan.

Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, tengah bersiap menghadapi potensi munculnya kluster kemiskinan baru. Hal ini menyusul pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 600 karyawan sebuah perusahaan perkebunan sawit milik Thamron, yang kini berstatus tersangka kasus korupsi tata niaga bijih timah. Potensi ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Bangka Tengah, Joko Triadhi, mengungkapkan kekhawatirannya. "Ratusan karyawan yang diberhentikan berpotensi menjadi kluster kemiskinan baru jika tidak segera diantisipasi," ujarnya di Koba, Kamis (30/1).
Operasional perusahaan sawit milik Thamron terhenti setelah Kejaksaan Agung memblokir rekening perusahaan. Kondisi ini berdampak langsung pada ratusan karyawan yang kehilangan mata pencaharian. "Sekitar 600 karyawan terdampak, dan saat ini BPS tengah mendata ulang alamat domisili mereka," tambah Joko.
Joko menjelaskan, kebanyakan mantan karyawan ini merupakan warga Bangka Tengah dan kini menganggur. Situasi ini berisiko meningkatkan angka kemiskinan di daerah tersebut. Namun, ia menekankan bahwa belum tentu semua mantan karyawan akan langsung jatuh miskin.
Beberapa faktor perlu dipertimbangkan, termasuk sisa tabungan atau aset yang dimiliki mantan karyawan. "Jika mereka pas-pasan, tentu akan turun ke garis kemiskinan. Profil kemiskinan di Bangka Tengah relatif unik," jelasnya.
Joko menjelaskan lebih lanjut, pendapatan rata-rata masyarakat Bangka Tengah berada di sekitar garis kemiskinan, yakni di bawah Rp865 ribu per bulan. "Pendapatan mereka hampir seluruhnya digunakan untuk kebutuhan pokok, menabung pun sulit," imbuhnya.
Besarnya pesangon yang diterima mantan karyawan juga menjadi faktor penentu. "Mereka menuntut pesangon karena kebutuhan pokok sehari-hari sudah sulit dipenuhi tanpa penghasilan dan tabungan," kata Joko.
Dengan demikian, potensi penurunan ke bawah garis kemiskinan bagi mantan karyawan cukup besar, mengingat sulitnya mencari pekerjaan dan terbatasnya sumber pendapatan lain. Bappeda Bateng juga menyoroti kondisi bonus demografi di Bangka Tengah.
Jumlah penduduk usia produktif (144 ribu jiwa) lebih banyak dari usia tidak produktif. Ironisnya, banyak penduduk usia produktif yang justru berada di desil satu (golongan berpenghasilan terendah). Ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah daerah dalam mengatasi potensi kemiskinan baru.