Banjir Bandarlampung: DPR Sebut Perubahan Fungsi Lahan dan Infrastruktur Jadi Faktor Utama
Anggota DPR, Mukhlis Basri, mengungkapkan banjir Bandarlampung disebabkan oleh curah hujan tinggi, perubahan fungsi lahan, pembangunan di bantaran sungai, dan infrastruktur yang tidak memadai.

Banjir yang melanda Kota Bandarlampung pada Jumat, 21 Februari 2025, menyisakan pertanyaan besar mengenai penyebabnya. Anggota Komisi V DPR RI, Mukhlis Basri, setelah melakukan peninjauan lapangan, mengungkapkan beberapa faktor kompleks yang berkontribusi terhadap bencana tersebut. Pertama, curah hujan yang jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya menjadi pemicu utama. Kondisi ini, menurutnya, bukan hanya terjadi di Lampung, melainkan juga di beberapa daerah lain di Indonesia. "Faktornya sebenarnya cukup kompleks. Pertama, curah hujan pada awal tahun 2025 ini memang jauh lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ini adalah fakta yang harus kita akui bersama, tidak hanya di Lampung, kondisi serupa juga terjadi di beberapa daerah lain," ungkap Mukhlis Basri di Bandarlampung, Senin.
Namun, tingginya curah hujan bukanlah satu-satunya faktor. Mukhlis Basri juga menyoroti perubahan fungsi lahan yang signifikan di Kota Bandarlampung. Banyak lahan yang sebelumnya berfungsi sebagai resapan air, seperti sawah di daerah Tanjung Senang, kini telah berubah menjadi perumahan. "Sebelumnya memang di sini (Tanjungsenang) banyak sawah. Bahkan sungai-sungai yang ada ini tadinya saluran irigasi yang hanya digunakan untuk mengairi sawah," jelasnya. Perubahan ini mengakibatkan berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap air, sehingga air hujan langsung mengalir ke sungai yang kapasitasnya terbatas.
Lebih lanjut, pembangunan rumah di badan sungai dan bantaran sungai juga memperparah situasi. Mukhlis Basri mencatat adanya rumah-rumah yang dibangun di tengah sungai, yang kemudian hancur akibat terjangan banjir. "Bahkan saya juga melihat ada warga bangun rumah, yang sampai di tengah sungai. Contohnya, ada rumah yang hancur diterjang air karena lokasinya yang tidak sesuai. Ini jelas memperparah situasi," tambahnya. Kondisi ini menunjukkan kurangnya kesadaran akan pentingnya tata ruang dan dampak pembangunan di daerah rawan banjir.
Peran Infrastruktur yang Tidak Memadai
Selain faktor alam dan aktivitas manusia, infrastruktur yang tidak memadai juga turut berperan dalam memperburuk dampak banjir. Mukhlis Basri mencontohkan konstruksi jembatan yang kurang tepat di Kecamatan Kedamaian. Tiang jembatan yang berada di tengah sungai menghambat aliran air dan menyebabkan sampah tersangkut, sehingga memperparah penyumbatan. "Misalnya di Kecamatan Kedamaian, terdapat konstruksi jembatan yang kurang tepat. Jembatan tersebut memiliki tiang di tengahnya, sehingga menghambat aliran air dan menyebabkan sampah tersangkut," paparnya.
Ia juga menyoroti masalah pipa saluran air yang melintang di sungai, seharusnya diletakkan sejajar dengan jalan atau di atas jembatan. "Hal ini membuat aliran sungai menjadi lambat dan rentan terhadap penyumbatan yang menyebabkan air dapat meluap ke permukaan," jelas Mukhlis Basri. Kondisi infrastruktur yang kurang memadai ini menunjukkan perlunya evaluasi dan perbaikan sistem drainase di Kota Bandarlampung.
Masalah banjir di Bandarlampung, menurut Mukhlis Basri, merupakan persoalan yang kompleks dan tidak mudah diatasi. "Memang, tidak mudah untuk membongkar bangunan yang sudah berdiri di badan sungai, meskipun hal itu melanggar peraturan daerah. Namun, kita harus memikirkan kompensasi yang adil bagi masyarakat yang terdampak," ujarnya. Ia menekankan perlunya kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kota untuk mencari solusi jangka panjang, termasuk normalisasi sungai dan relokasi warga di daerah rawan banjir.
Solusi Jangka Panjang dan Peran Masyarakat
Mukhlis Basri berharap temuannya di lapangan dapat menjadi bahan kajian bagi pemerintah daerah untuk merumuskan solusi jangka panjang. Ia juga mengajak masyarakat untuk bersabar dan tidak saling menyalahkan. "Semoga apa yang saya dapatkan di lapangan dapat menjadi bahan kajian bagi pemerintah daerah untuk mencari solusi jangka panjang. Saya juga ingin mengajak masyarakat untuk tetap bersabar dan tidak saling menyalahkan," pesannya. Pernyataan ini menekankan pentingnya kerjasama dan kesadaran kolektif dalam mengatasi masalah banjir.
Kesimpulannya, banjir Bandarlampung merupakan hasil dari interaksi kompleks antara faktor alam, perubahan fungsi lahan, pembangunan yang tidak terkendali, dan infrastruktur yang kurang memadai. Solusi jangka panjang membutuhkan komitmen dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan masyarakat, untuk menciptakan tata ruang yang lebih baik dan sistem drainase yang efektif.