BI Naikkan Insentif Likuiditas: Dorong Akses Kredit Perumahan dan Ciptakan Lapangan Kerja?
Bank Indonesia (BI) menaikkan insentif likuiditas menjadi 5 persen dari DPK untuk memperluas akses kredit perumahan dan mendorong pertumbuhan ekonomi, namun efektivitasnya bergantung pada pengawasan dan penyaluran yang tepat sasaran.

Bank Indonesia (BI) baru-baru ini mengumumkan peningkatan insentif Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) menjadi 5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat daya beli masyarakat dan memperluas akses kredit, khususnya di sektor perumahan. Kenaikan ini diumumkan pada 20 Februari 2025 dan berlaku efektif mulai 1 April 2025. Langkah ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Head of Center of Macroeconomics and Finance Indef, M. Rizal Taufikurahman, menilai bahwa peningkatan insentif likuiditas ini berpotensi positif. Namun, ia mengingatkan pentingnya pengawasan ketat dan kebijakan pendukung agar insentif tersebut tepat sasaran dan tidak menimbulkan distorsi pasar. "Kenaikan likuiditas bentuk dukungan BI memang berpotensi memperkuat daya beli dan memperluas akses terhadap kredit perumahan, tetapi tanpa pengawasan ketat dan kebijakan pendukung, ada risiko distorsi pasar atau ketidaktepatan alokasi yang justru dapat memperlambat pertumbuhan sektor ini," ujar Rizal.
Sektor perumahan, menurut Rizal, memiliki efek pengganda (multiplier effect) yang signifikan terhadap perekonomian. Namun, penciptaan lapangan kerja tidak hanya bergantung pada peningkatan proyek perumahan, melainkan juga pada keberlanjutan dan kualitas pekerjaan yang dihasilkan. Ia menekankan pentingnya memperhatikan rantai pasok secara menyeluruh agar manfaat insentif tersebut dapat dirasakan secara maksimal dan inklusif.
Potensi dan Tantangan Insentif Likuiditas BI
Peningkatan insentif KLM dari 4 persen menjadi 5 persen dari DPK berdampak signifikan pada sektor perumahan. Besaran insentif untuk sektor perumahan, termasuk perumahan rakyat, dinaikkan secara bertahap dari Rp23 triliun menjadi sekitar Rp80 triliun. Hal ini sejalan dengan program Asta Cita Pemerintah di bidang perumahan. Insentif ini diberikan dalam bentuk pengurangan giro wajib minimum (GWM) bagi bank yang menyalurkan kredit ke sektor perumahan.
BI telah mengalokasikan total insentif KLM sebesar Rp295 triliun hingga minggu kedua Februari 2025, meningkat Rp36 triliun dari akhir Oktober 2024. Alokasi ini diberikan kepada berbagai kelompok bank, termasuk BUMN, BUSN, BPD, dan KCBA. Sejak awal tahun 2025, fokus insentif KLM lebih diarahkan pada sektor-sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, termasuk konstruksi, real estate, perumahan rakyat, pertanian, perdagangan, industri pengolahan, transportasi, pergudangan, pariwisata, ekonomi kreatif, UMKM, ultra mikro, dan sektor hijau.
Meskipun potensi peningkatan akses kredit perumahan dan pertumbuhan ekonomi sangat besar, Rizal menekankan pentingnya kolaborasi antar instansi dan evaluasi berkelanjutan. Hal ini untuk memastikan bahwa insentif tersebut tepat sasaran, meminimalisir dampak negatif, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Pengawasan yang ketat terhadap penyaluran kredit menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.
Efek Berantai dan Keterkaitan Sektor
Peningkatan akses kredit perumahan tidak hanya berdampak pada sektor perumahan itu sendiri, tetapi juga berdampak pada sektor-sektor terkait lainnya. Insentif ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh melalui efek berantai. Dengan meningkatnya pembangunan perumahan, sektor konstruksi, material bangunan, dan industri terkait lainnya juga akan turut terdongkrak. Hal ini akan menciptakan lapangan kerja yang lebih banyak dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada bagaimana insentif tersebut disalurkan dan sejauh mana pelaksanaannya tepat sasaran. Jika insentif hanya terserap pada segmen tertentu tanpa memperhatikan rantai pasok secara menyeluruh, manfaatnya bisa menjadi parsial. Oleh karena itu, diperlukan strategi yang komprehensif dan kolaborasi yang erat antar pemangku kepentingan untuk memastikan efektivitas kebijakan ini.
BI perlu memastikan bahwa insentif ini benar-benar sampai kepada MBR dan sektor-sektor yang membutuhkan. Transparansi dan akuntabilitas dalam penyaluran insentif juga sangat penting untuk mencegah terjadinya penyimpangan dan memastikan keberhasilan program ini.
Kesimpulannya, peningkatan insentif likuiditas BI berpotensi besar untuk mendorong akses kredit perumahan dan menciptakan lapangan kerja. Namun, keberhasilannya bergantung pada pengawasan yang ketat, penyaluran yang tepat sasaran, dan kolaborasi antar lembaga terkait. Evaluasi berkelanjutan juga diperlukan untuk memastikan dampak positif dan meminimalisir potensi dampak negatif.