BI Naikkan Insentif Likuiditas: Dorong Kredit ke Sektor Prioritas
Bank Indonesia menaikkan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) sebesar 1 persen untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor prioritas dan pertumbuhan ekonomi.

Bank Indonesia (BI) mengumumkan peningkatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) sebesar 1 persen, dari maksimal 4 persen menjadi maksimal 5 persen dari Dana Pihak Ketiga (DPK). Kebijakan ini, efektif mulai 1 April 2025, bertujuan untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas guna menopang pertumbuhan ekonomi nasional.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan Maret 2025 menjelaskan, "Peningkatan KLM sebesar 1 persen tersebut akan semakin mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja sejalan dengan program Asta Cita pemerintah." Langkah ini merupakan bagian dari strategi BI untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Kenaikan KLM ini didasarkan pada kinerja positif kredit perbankan yang mencapai pertumbuhan 10,30 persen year on year (yoy) pada Februari 2025. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan permintaan dan penawaran, di mana realokasi alat likuid ke kredit oleh perbankan, pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang positif, dan ketersediaan likuiditas yang baik berperan signifikan.
Kredit Sektoral dan Kinerja Perbankan
Hingga minggu kedua Maret 2025, BI telah menyalurkan insentif KLM sebesar Rp291,8 triliun. Rinciannya, Rp125,7 triliun untuk Bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rp132,8 triliun untuk Bank Umum Swasta Nasional (BUSN), Rp27,9 triliun untuk Bank Pembangunan Daerah (BPD), dan Rp5,4 triliun untuk Kantor Cabang Bank Asing (KCBA).
Insentif tersebut difokuskan pada sektor-sektor prioritas, antara lain pertanian, real estate, perumahan rakyat, konstruksi, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif, serta UMKM, ultra mikro, dan hijau. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit didukung oleh kinerja penjualan korporasi yang positif. Pertumbuhan kredit investasi mencapai 14,62 persen (yoy), kredit modal kerja 7,66 persen (yoy), dan kredit konsumsi 10,31 persen (yoy). Pembiayaan syariah tumbuh sebesar 9,15 persen (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh 2,51 persen (yoy).
Ketahanan Perbankan yang Kuat
BI juga menekankan bahwa ketahanan perbankan Indonesia tetap kuat, mendukung stabilitas sistem keuangan. Likuiditas perbankan memadai, ditunjukkan oleh rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) pada Februari 2025 yang mencapai 26,32 persen. Rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan pada Januari 2025 juga tercatat tinggi, yaitu 27,01 persen.
Kualitas kredit tetap sehat dengan rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) pada Januari 2025 yang rendah, sebesar 2,18 persen (bruto) dan 0,79 persen (neto). Hasil stress test yang dilakukan BI juga menunjukkan ketahanan perbankan yang baik, didukung oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga.
BI berkomitmen untuk terus memperkuat sinergi kebijakan bersama Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam memitigasi risiko yang dapat mengganggu ketahanan perbankan dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Dengan peningkatan KLM ini, diharapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan semakin terakselerasi dan inklusif.