Kredit RI Tumbuh 10,39 Persen di 2024: Sukses di Tengah Tekanan Global
Pertumbuhan kredit Indonesia mencapai 10,39 persen di tahun 2024, sebuah pencapaian yang signifikan di tengah tekanan ekonomi global dan dinamika politik internasional.
![Kredit RI Tumbuh 10,39 Persen di 2024: Sukses di Tengah Tekanan Global](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/08/150047.490-kredit-ri-tumbuh-1039-persen-di-2024-sukses-di-tengah-tekanan-global-1.jpeg)
Pertumbuhan kredit di Indonesia mencapai 10,39 persen year on year (yoy) pada tahun 2024. Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) Bank Indonesia (BI), Nugroho Joko Prastowo, menyebut angka ini sebagai pencapaian yang membanggakan, mengingat tekanan ekonomi global yang signifikan sepanjang tahun tersebut.
Capaian di Tengah Tekanan Global
Meskipun sempat mencapai puncak 12,36 persen yoy pada kuartal II 2024, pertumbuhan kredit sedikit melambat di paruh kedua tahun. Namun, angka akhir 10,39 persen yoy masih berada dalam target yang ditetapkan BI (10-13 persen). Joko Prastowo menekankan bahwa keberhasilan ini diraih di tengah berbagai tantangan eksternal, termasuk ekspektasi terkait hasil Pemilu Amerika Serikat yang dimenangkan oleh Donald Trump. Peristiwa ini berdampak pada outflow, nilai tukar, dan laju pertumbuhan kredit.
"Ini merupakan suatu capaian di tengah tekanan global yang berdampak kepada perekonomian domestik," ujar Joko dalam keterangannya di Banda Aceh.
Faktor Pendorong Pertumbuhan Kredit
Pertumbuhan kredit yang positif ini didorong oleh beberapa faktor. Dari sisi permintaan, kinerja usaha korporasi yang tetap terjaga menjadi pendorong utama, meskipun konsumsi rumah tangga masih terbatas. Pertumbuhan kredit sejalan dengan peningkatan sales dan capex korporasi terbuka. Namun, pendapatan rumah tangga kelas bawah masih terbatas, seperti yang terlihat dari indeks penghasilan rumah tangga BI.
Dari sisi penawaran, kapasitas perbankan yang kuat dan lending appetite yang longgar turut berkontribusi. Tersedianya dana pihak ketiga (DPK) dan realokasi alat likuid ke kredit juga mendukung pertumbuhan ini.
Peran Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM)
Kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) yang diberikan kepada perbankan juga berperan penting. Sejak tahun 2022, kebijakan ini telah mengalami beberapa perubahan, dengan penyesuaian total insentif maksimum, perluasan, dan refocusing sektor prioritas. Tahap keenam KLM, yang berlaku sejak Januari 2025, difokuskan pada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.
"Kenapa berubah lagi (jadi insentif KLM tahap keenam)? Karena beberapa sektor kita anggap sudah maju bergerak sendiri. Contoh hilirisasi (dari sisi hulu), PMA-nya sudah banyak, kredit banknya sudah banyak, jadi sudah bisa jalan. Sementara kita menghadapi masalah terkait dengan sektor-sektor yang menciptakan lapangan kerja, padat karya," jelas Joko.
Realisasi Insentif KLM
Hingga minggu kedua Januari 2025, penyaluran insentif KLM mencapai Rp295 triliun, meningkat Rp43 triliun dari Desember 2024. Capaian ini setara dengan 3,84 persen dari insentif maksimum 4 persen terhadap DPK rupiah. Semua bank BUMN telah mencapai plafon insentif maksimum, sementara bank-bank lain masih memiliki ruang untuk meningkatkan penyaluran insentif.
Kesimpulan
Pertumbuhan kredit sebesar 10,39 persen yoy di tahun 2024 merupakan prestasi yang patut diapresiasi. Keberhasilan ini menunjukkan ketahanan ekonomi Indonesia di tengah tantangan global. Peran kebijakan pemerintah, khususnya insentif KLM, serta kinerja sektor riil menjadi faktor kunci di balik pencapaian ini. Ke depan, fokus pada sektor padat karya dan penciptaan lapangan kerja akan tetap menjadi prioritas.