BI Perkirakan Kredit Tumbuh 11 Persen di 2025, Waspadai Risiko Global!
Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan akan melambat hingga 11 persen di tahun 2025, seiring dengan meningkatnya risiko ketidakpastian global.

Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan kredit perbankan di Indonesia akan berada di kisaran 11 persen hingga 13 persen pada tahun 2025. Namun, prediksi ini cenderung mengarah ke batas bawah kisaran, yaitu 11 persen. Hal ini disampaikan langsung oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan April 2025 di Jakarta. Penyebabnya adalah meningkatnya risiko ketidakpastian global yang berdampak pada perekonomian domestik.
Menurut Perry Warjiyo, "Ke depan, berbagai risiko ketidakpastian global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik perlu menjadi perhatian karena dapat memengaruhi prospek permintaan kredit dan preferensi penempatan aset likuid perbankan." Pernyataan ini menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap fluktuasi ekonomi global yang dapat mempengaruhi sektor perbankan nasional. Kondisi ini mendorong BI untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
Sebagai respons terhadap potensi penurunan pertumbuhan kredit, BI akan memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif. Langkah ini termasuk mengoptimalkan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan memperkuat implementasi ketentuan Rasio Pendanaan Luar Negeri (RPLN). Tujuannya adalah untuk mendorong pendanaan perbankan, memperlancar manajemen likuiditas, dan memastikan penyaluran kredit ke sektor riil tetap berjalan optimal. Koordinasi yang erat dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) juga akan terus ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan kredit dan pembiayaan ekonomi secara keseluruhan.
Pertumbuhan Kredit Maret 2025 dan Analisis Sektoral
Data pertumbuhan kredit pada Maret 2025 menunjukkan angka 9,16 persen year on year (yoy), menurun dibandingkan bulan Februari 2025 yang mencapai 10,30 persen (yoy). Meskipun demikian, pertumbuhan kredit investasi masih tergolong tinggi, yaitu 13,36 persen (yoy). Sementara itu, pertumbuhan kredit konsumsi dan kredit modal kerja masing-masing tercatat sebesar 9,32 persen (yoy) dan 6,51 persen (yoy).
Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit (lending standard) dan kondisi likuiditas masih dinilai memadai. Namun, beberapa bank mulai mengalami kendala dalam meningkatkan pendanaan, baik dari Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun sumber lainnya. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi upaya peningkatan penyaluran kredit.
Analisis sektoral menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit terutama didukung oleh sektor industri, pertambangan, dan jasa sosial. Sebaliknya, kontribusi pertumbuhan kredit pada sektor konstruksi dan perdagangan masih terbatas. Pertumbuhan pembiayaan syariah tercatat sebesar 9,18 persen (yoy), sedangkan kredit UMKM tumbuh sebesar 1,95 persen (yoy).
Likuiditas, Permodalan, dan Risiko Kredit
Likuiditas perbankan masih terjaga dengan baik, tercermin dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) pada Maret 2025 yang mencapai 26,22 persen. Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan pada Februari 2025 juga tercatat tinggi, yaitu 26,95 persen. Kondisi ini menunjukkan perbankan Indonesia memiliki modal yang cukup kuat.
Risiko kredit tetap terkendali, ditunjukkan oleh rasio kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) yang rendah. Pada Februari 2025, NPL bruto tercatat sebesar 2,22 persen dan NPL neto sebesar 0,81 persen. Hasil stress test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan yang kuat, didukung oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga. "Hasil stress test Bank Indonesia juga menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat, serta ditopang oleh kemampuan membayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga," tegas Perry Warjiyo.
BI berkomitmen untuk terus memperkuat sinergi kebijakan bersama KSSK dalam memitigasi berbagai risiko ekonomi domestik dan global. Tujuannya adalah untuk menjaga ketahanan perbankan dan stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memastikan sektor perbankan tetap stabil dan mampu mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.