BMKG Deteksi Peningkatan Signifikan Hotspot Karhutla di Kalimantan dan Sumatra: Ancaman Musim Kemarau Puncak
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat peningkatan signifikan Hotspot Karhutla di Kalimantan dan Sumatra, bertepatan dengan puncak musim kemarau. Apa dampaknya?

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mendeteksi peningkatan signifikan jumlah titik panas atau hotspot yang berpotensi memicu kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di beberapa wilayah Indonesia. Peningkatan ini terutama terjadi di Kalimantan dan Sumatra, mengindikasikan ancaman serius di tengah puncak musim kemarau.
Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani, pada Jumat menyatakan bahwa data satelit Himawari-9 per 30 Juli 2025 menunjukkan peningkatan drastis. Jumlah hotspot di Kalimantan mencapai 22 titik, sembilan di Sumatra, dan dua lainnya terdeteksi di Sulawesi. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan pekan sebelumnya, memicu kekhawatiran akan meluasnya karhutla.
Peningkatan hotspot ini bertepatan dengan puncak musim kemarau yang sedang melanda sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi atmosfer yang mendukung kekeringan turut memperparah situasi, menuntut kewaspadaan tinggi dari berbagai pihak. Upaya mitigasi dan pencegahan harus segera ditingkatkan untuk menekan potensi bencana karhutla.
Peningkatan Signifikan dan Penyebab Meteorologis
BMKG mengonfirmasi bahwa lonjakan jumlah hotspot ini bersamaan dengan puncak musim kemarau. Beberapa dinamika atmosfer turut memperkuat tren kekeringan yang terjadi saat ini. Massa udara yang menguat dari Samudra Pasifik mengurangi pembentukan awan hujan, menyebabkan minimnya curah hujan.
Selain itu, sirkulasi siklonik di Samudra Hindia mempercepat proses penguapan di wilayah barat Indonesia. Kombinasi pola meteorologis ini diperkirakan akan meningkatkan risiko kebakaran sporadis namun cepat menyebar. Area yang paling rentan adalah lahan gambut dan hutan produksi yang memiliki tingkat bahan bakar kering sangat tinggi.
BMKG menyerukan peningkatan kewaspadaan di wilayah-wilayah yang mengalami penurunan curah hujan dan kelembapan rendah. Kondisi ini secara signifikan meningkatkan potensi penyebaran api, termasuk di Provinsi Jambi. Pencegahan dini menjadi kunci untuk menghindari dampak karhutla yang lebih luas.
Kewaspadaan di Jambi dan Upaya Mitigasi
Pemantauan sebelumnya oleh BMKG dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah Provinsi Jambi diperkirakan akan mengalami penurunan drastis curah hujan. Dalam sepuluh hari pertama bulan Agustus, intensitas curah hujan di Jambi diproyeksikan hanya berkisar antara 20 hingga 50 milimeter. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan dan meningkatkan risiko kebakaran.
Sejak 30 Juli hingga 5 Agustus, beberapa area di Jambi juga telah ditandai sebagai zona dengan tingkat kerentanan kebakaran tinggi berdasarkan analisis spasial. Peta indikator menunjukkan bahwa zona merah dan kuning mulai menggantikan zona biru (risiko rendah) yang sebelumnya dominan. Bagian utara Jambi, termasuk wilayah di Kabupaten Tanjung Jabung dan Muaro Jambi, menunjukkan peningkatan kerentanan terhadap kebakaran yang signifikan.
Sebagai langkah mitigasi, BMKG telah mengaktifkan kembali Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) di wilayah Jambi. Operasi ini menargetkan area-area rentan sebelum awan hujan menghilang sepenuhnya. Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa OMC yang dilaksanakan dari 2 hingga 9 Juni sebelumnya menunjukkan hasil efektif, menghasilkan curah hujan hampir setiap hari dengan total volume 157,6 juta meter kubik.