BNPT Tekankan Empat Prioritas Pencegahan Terorisme di Indonesia
Kepala BNPT, Komjen Pol. Eddy Hartono, menekankan empat prioritas utama dalam pencegahan terorisme di Indonesia, termasuk koordinasi antar lembaga dan penguatan kontra radikalisasi, serta deradikalisasi, yang selaras dengan UU No. 5 Tahun 2018 dan RPJMN.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Eddy Hartono, memberikan peringatan penting terkait empat kegiatan prioritas yang harus dilakukan oleh komunitas antiteror di Indonesia. Pernyataan ini disampaikan saat menghadiri Rapat Kerja Teknis (Rakernis) Detasemen Khusus 88 Anti Teror (Densus 88 AT) Polri di Jakarta pada Selasa, 22 April 2023. Empat prioritas tersebut meliputi koordinasi dan sinergi antar lembaga keamanan dan pertahanan, penguatan kontra radikalisasi, deradikalisasi, dan penetapan BNPT sebagai pusat analisis dan pengendalian krisis. Hal ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Komunitas antiteror di Indonesia terdiri dari berbagai entitas, termasuk BNPT, Densus 88 AT Polri, dan satuan khusus lainnya dari TNI dan Polri. Mereka memiliki peran krusial dalam penanggulangan terorisme di Indonesia. Komjen Pol. Eddy menekankan pentingnya pendekatan empiris dalam kontra radikalisasi, mengingat efisiensi yang menjadi prioritas pemerintahan saat ini. Oleh karena itu, BNPT terus berkoordinasi dengan berbagai kementerian dan lembaga untuk memaksimalkan upaya pencegahan dan penanggulangan aksi terorisme.
Dalam upaya tersebut, BNPT secara aktif menggabungkan berbagai instansi, termasuk Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Intelijen Strategis (Bais), Densus 88, Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Sosial (Kemensos) dalam Satuan Tugas Kontra-radikalisasi. Satuan tugas ini memiliki tiga fokus kegiatan: kontra-propaganda, kontra-ideologi, dan kontra-narasi. Koordinasi yang ketat dilakukan untuk memastikan agar target operasi tidak tumpang tindih dan upaya pencegahan terorisme menjadi lebih efektif. BNPT juga fokus pada dua program prioritas nasional: Kesiapsiagaan Nasional dan Deradikalisasi Luar Lapas, sebagai upaya pencegahan terorisme dari hulu hingga hilir.
Pentingnya Koordinasi dan Kolaborasi Antar Lembaga
Kepala Densus 88 AT Polri, Irjen Pol. Sentot Prasetyo, menyatakan bahwa Rakernis Densus 88 AT bukan sekadar kegiatan rutin. Rakernis ini merupakan wujud komitmen institusional dalam menghadapi ancaman terorisme yang semakin kompleks dan multidimensi. Tujuan utama Rakernis adalah untuk menyelaraskan kebijakan, meningkatkan kapasitas kelembagaan, dan memperkuat integrasi operasional dalam penanggulangan tindak pidana terorisme.
Irjen Pol. Sentot mengajak seluruh peserta Rakernis untuk memanfaatkan forum tersebut sebagai ruang kontemplasi dan inovasi strategis. Harapannya, Rakernis dapat menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang strategis untuk menciptakan Indonesia yang aman dan damai. Hal ini sejalan dengan cita-cita Indonesia Emas 2045, yang juga menjadi tema Rakernis: "Peran Densus 88 AT Polri yang Presisi dalam Pemeliharaan Kamtibmas guna Mendukung Asta Cita Menuju Indonesia Emas 2045."
Rakernis menekankan pentingnya kerja sama dan kolaborasi antarlembaga untuk mencapai tujuan tersebut. Kolaborasi yang kuat antar instansi menjadi kunci keberhasilan dalam mencegah dan menanggulangi aksi terorisme di Indonesia. Dengan demikian, upaya-upaya yang dilakukan akan lebih efektif dan terarah.
BNPT juga menekankan pentingnya peran Mitra Deradikalisasi, yang terdiri dari mantan narapidana terorisme, dalam program deradikalisasi. Mereka diharapkan dapat berkontribusi dalam upaya pencegahan terorisme dengan berbagi pengalaman dan pengetahuan mereka. Hal ini menunjukkan komitmen BNPT dalam melibatkan semua pihak dalam upaya menciptakan Indonesia yang aman dari ancaman terorisme.
Strategi Pencegahan Terorisme yang Komprehensif
Strategi pencegahan terorisme yang dijalankan oleh BNPT dan lembaga terkait menekankan pada pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi. Hal ini mencakup upaya preventif, represif, dan rehabilitatif. Upaya preventif fokus pada pencegahan radikalisasi melalui kontra-propaganda, kontra-ideologi, dan kontra-narasi. Upaya represif melibatkan penegakan hukum terhadap pelaku terorisme. Sedangkan upaya rehabilitatif difokuskan pada deradikalisasi dan reintegrasi mantan narapidana terorisme ke dalam masyarakat.
Pentingnya sinergi antar lembaga dalam upaya pencegahan terorisme tidak dapat diabaikan. Koordinasi yang efektif antar BNPT, Densus 88 AT, BIN, Bais, Kemenag, dan Kemensos, serta lembaga terkait lainnya, sangat krusial untuk memastikan keberhasilan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, upaya pencegahan terorisme dapat dilakukan secara efektif dan efisien.
Kesimpulannya, upaya pencegahan terorisme di Indonesia membutuhkan pendekatan yang komprehensif, terintegrasi, dan berkelanjutan. Koordinasi dan kolaborasi yang kuat antar lembaga, serta peran aktif masyarakat, sangat penting dalam menciptakan Indonesia yang aman dan damai dari ancaman terorisme.