BPS Jabar: Terungkap, Beras Oplosan Sumbang 22,03% Garis Kemiskinan di Perkotaan, Mendesak Ditangani!
BPS Jabar mendesak penanganan serius terhadap isu beras oplosan. Praktik ini dinilai memiliki korelasi kuat dengan peningkatan angka kemiskinan, terutama di perkotaan.

Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mendesak penanganan serius terhadap fenomena beras oplosan. Plt Kepala BPS Jabar, Darwis Sitorus, menekankan bahwa isu ini memiliki korelasi signifikan dengan tingkat kemiskinan. Penanganan cepat diperlukan untuk mencegah dampak ekonomi yang lebih luas bagi masyarakat.
Darwis menjelaskan bahwa beras oplosan, yang sering dikategorikan sebagai beras premium, banyak dikonsumsi masyarakat perkotaan. Ironisnya, data terbaru menunjukkan adanya tren kenaikan angka kemiskinan di wilayah perkotaan. Hal ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi stabilitas ekonomi rumah tangga.
Korelasi antara beras oplosan dan kemiskinan menjadi fokus utama BPS Jabar. Jika masalah ini ditangani secara efektif, diharapkan dapat berkontribusi pada perbaikan tingkat kemiskinan. Pemerintah dan pihak terkait diminta untuk segera bertindak demi kesejahteraan masyarakat.
Dampak Beras Oplosan pada Garis Kemiskinan
Hasil survei terbaru BPS Jabar menunjukkan garis kemiskinan periode Maret 2025 mencapai Rp547.752 per kapita per bulan. Angka ini terbagi atas garis kemiskinan makanan sebesar Rp391.347 dan nonmakanan Rp132.705. Data ini menjadi dasar analisis dampak berbagai komoditas terhadap pengeluaran masyarakat.
Beras menjadi komoditas penyumbang terbesar dalam garis kemiskinan makanan. Di perkotaan, beras menyumbang 22,03 persen dari total garis kemiskinan makanan. Ini menunjukkan betapa vitalnya komoditas ini bagi pengeluaran rumah tangga, terutama di tengah isu beras oplosan yang beredar.
Selain beras, komoditas lain yang signifikan adalah rokok kretek filter (11,12%), telur ayam ras (5,11%), daging ayam ras (4,93%), dan kopi bubuk (3,57%). Sementara itu, di pedesaan, beras bahkan menyumbang kontribusi lebih besar, yakni 26,78% dalam garis kemiskinan makanan. Data ini menegaskan peran dominan beras dalam menentukan garis kemiskinan.
Penanganan dan Temuan Praktik Curang Beras Oplosan
Isu beras oplosan ini mencuat setelah temuan Kementerian Pertanian (Kementan) beberapa hari terakhir. Sejumlah beras premium di pasaran diduga dioplos atau memiliki kualitas tidak sesuai klaim mutu. Temuan ini didasarkan pada hasil pengujian laboratorium yang dilakukan di lima lokasi berbeda.
Kementan juga mengungkapkan bahwa produk beras oplosan ini dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah. Praktik ini jelas merugikan konsumen dan menciptakan distorsi pasar. Konsumen tidak hanya membayar lebih mahal, tetapi juga mendapatkan kualitas yang jauh di bawah standar yang seharusnya.
Untuk membongkar praktik curang ini, Satgas Pangan Polri bersama Bareskrim Polri telah bertindak. Sebanyak 10 dari 212 produsen beras nakal telah diperiksa sebagai bagian dari upaya hukum. Langkah ini merupakan upaya serius pemerintah untuk melindungi konsumen dan menjaga stabilitas harga pangan di pasaran.
Plt Kepala BPS Jabar Darwis Sitorus berharap ada penanganan yang lebih cermat dan baik dalam isu beras oplosan ini. Hal ini penting agar tidak sampai menimbulkan gejolak di masyarakat. Dengan demikian, perekonomian nasional dapat tetap terkendali dan stabil, serta kepercayaan konsumen terhadap produk pangan terjaga.