Bukan Sekadar Militer, Komisi I DPR Tekankan Infrastruktur Penunjang untuk Ketahanan Pangan Nasional
Komisi I DPR RI menyoroti pentingnya infrastruktur penunjang seperti teknologi dan alutsista dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional, menegaskan kemandirian sejati bangsa.

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Syahrul Aidi, menegaskan bahwa program ketahanan pangan nasional membutuhkan dukungan infrastruktur penunjang yang komprehensif. Infrastruktur ini mencakup kemajuan di sektor teknologi, informasi, serta alat utama sistem persenjataan (alutsista). Pernyataan ini disampaikan menjelang peringatan 80 tahun Kemerdekaan Indonesia, menyoroti pentingnya kemandirian bangsa di berbagai bidang strategis.
Menurut Syahrul, kemerdekaan sejati tidak hanya berarti terbebas dari penjajahan kolonial, melainkan juga kemandirian di sektor-sektor vital seperti pangan, teknologi, ekonomi, dan sumber daya manusia. Konsep ini diperkuat dengan contoh Tiongkok yang mampu menghadapi tekanan perdagangan internasional berkat kemandiriannya di banyak sektor. Hal ini menunjukkan bahwa kedaulatan suatu bangsa sangat bergantung pada kapasitasnya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri.
Dalam konteks ini, Syahrul mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang memperluas konsep pertahanan negara dari sekadar pertahanan militer menjadi pertahanan pangan. Inisiatif ini dipandang sebagai langkah strategis untuk memperkuat fondasi kemandirian bangsa. Ketika suatu negara mampu memproduksi apa yang dikonsumsi, ia akan mandiri dan merdeka, bahkan berpotensi menjadi maju jika mampu memproduksi untuk konsumsi negara lain.
Pentingnya Kemandirian Pangan sebagai Pilar Kedaulatan Bangsa
Pangan merupakan kebutuhan asasi yang fundamental dan secara langsung menentukan kedaulatan suatu bangsa. Indonesia, dengan potensi agrarisnya yang sangat besar, memiliki peluang untuk mencapai swasembada pangan. Bahkan, negara ini berpotensi menjadi eksportir pangan utama, yang pada akhirnya akan mewujudkan kemerdekaan sejati di bidang strategis tersebut.
Syahrul Aidi juga menyatakan dukungannya terhadap rencana Kementerian Pertahanan untuk membentuk batalion khusus pangan. Langkah ini dinilai sebagai upaya konkret dalam memperkuat ketahanan pangan dari aspek pertahanan. Pembentukan batalion khusus ini diharapkan dapat mendukung produksi dan distribusi pangan secara lebih terstruktur dan efisien.
Kemandirian dalam produksi pangan akan mengurangi ketergantungan pada impor, sehingga Indonesia tidak akan "terjajah" oleh kebutuhan pangan dari luar. Hal ini sejalan dengan visi untuk membangun kemandirian nasional yang menyeluruh. Fokus pada produksi dalam negeri adalah kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi dan sosial.
Keseimbangan Pembangunan Infrastruktur dan Prioritas Ketahanan Pangan
Meskipun fokus pada pertahanan pangan sangat penting, Syahrul Aidi mengingatkan agar kebijakan ini tidak disalahartikan hingga mengabaikan pembangunan infrastruktur vital lainnya bagi masyarakat. Pembangunan jalan dan jembatan, misalnya, tetap harus berjalan. Infrastruktur ini tidak hanya terkait langsung dengan pertahanan pangan, tetapi juga esensial untuk kebutuhan transportasi dan aktivitas ekonomi masyarakat luas.
Anggota Komisi DPR yang membidangi pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, serta intelijen ini menekankan pentingnya tidak kaku dalam menafsirkan kebijakan pertahanan pangan. Kebutuhan dasar lain masyarakat tidak boleh dikorbankan demi satu sektor saja. Infrastruktur dasar, meskipun tidak secara langsung berhubungan dengan pangan, tetap menjadi penopang aktivitas ekonomi dan kesejahteraan rakyat.
Beberapa kementerian, menurut Syahrul, terkesan kurang responsif terhadap usulan masyarakat terkait infrastruktur dasar yang tidak secara langsung berhubungan dengan pertahanan pangan. Oleh karena itu, dukungan penuh terhadap kebijakan pertahanan pangan Presiden Prabowo harus tetap diimbangi dengan pembangunan kemandirian nasional secara menyeluruh. Ini mencakup berbagai sektor strategis lain dan tetap mengakomodasi kebutuhan vital masyarakat di berbagai daerah.