Buyback Saham Tanpa RUPS: Solusi Jitu Atasi IHSG Anjlok atau Jebakan Baru?
Anjloknya IHSG mendorong OJK mengizinkan buyback saham tanpa RUPS; kebijakan ini efektif dalam jangka pendek, namun menimbulkan pertanyaan efektivitas jangka panjang dan potensi penyalahgunaan.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indonesia anjlok tajam pada 20 Maret 2023, memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) menerapkan trading halt. Menyusul kejadian ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan kebijakan baru yang mengizinkan emiten melakukan buyback saham tanpa persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Kebijakan kontroversial ini diambil sebagai langkah cepat untuk menstabilkan pasar yang tengah panik. Kebijakan ini diumumkan setelah banyak perusahaan menyampaikan minat untuk melakukan buyback saham, menunggu informasi resmi perusahaan terkait kepada OJK, seperti yang disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi.
Sebagai contoh, Garibaldi "Boy" Thohir dan PT Trinugraha Thohir (TNT) telah memperluas portofolio investasi mereka dengan membeli 7,3 juta lembar saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI). Setelah kebijakan buyback tanpa RUPS diumumkan, IHSG menunjukkan tanda-tanda pemulihan, rebound sekitar 1 persen setelah sebelumnya anjlok hingga 7,1 persen. Peningkatan transaksi harian juga tercatat di BEI, mengindikasikan peningkatan kepercayaan investor. Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota BEI, Irvan Susandy, menyatakan bahwa buyback diharapkan dapat memulihkan harga saham dan meningkatkan IHSG. Namun, kebijakan ini juga memicu perdebatan dan pertanyaan mendalam mengenai efektivitas dan potensi penyalahgunaan.
Saham yang jatuh tajam seringkali menjadi sasaran spekulasi. Investor panik menjual, harga semakin turun, dan emiten terbebani oleh dampak negatif volatilitas pasar. Buyback memang strategi untuk menopang harga, tetapi biasanya membutuhkan persetujuan RUPS sebagai mekanisme perlindungan pemegang saham minoritas. Relaksasi OJK mempercepat proses buyback, tetapi menimbulkan pertanyaan: apakah kebijakan ini cukup efektif atau justru membuka celah baru?
Efektivitas Buyback Saham Tanpa RUPS
Buyback saham dapat memberikan efek psikologis positif, menunjukkan kepercayaan perusahaan terhadap fundamental bisnisnya dan mencegah aksi jual berlebihan. Namun, tanpa pengawasan ketat, kebijakan ini berisiko disalahgunakan oleh pemegang saham mayoritas untuk mengamankan kendali tanpa melewati proses deliberasi yang seharusnya. Ada risiko kebijakan ini tidak digunakan untuk stabilisasi pasar secara luas, melainkan untuk keuntungan sekelompok pemegang saham tertentu.
Pertanyaan mengenai dampak jangka panjang buyback juga muncul. Jika sentimen negatif berasal dari faktor eksternal seperti ketidakpastian ekonomi global, buyback mungkin hanya solusi sementara. Emiten juga perlu mempertimbangkan kondisi keuangan mereka; buyback dalam jumlah besar dapat mengganggu likuiditas dan menghambat ekspansi bisnis.
Kebijakan ini menimbulkan dilema regulasi pasar modal. Fleksibilitas buyback dapat menenangkan pasar, tetapi juga berisiko memperkuat praktik pasar yang kurang sehat, seperti manipulasi harga saham. Penelitian oleh Choirun Nisful Laili (2020) dan M. Boy Singgih Gitayuda (2021) menunjukkan hasil yang beragam, dengan beberapa penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan pada return saham dan abnormal return sebelum dan sesudah pengumuman buyback, sementara penelitian lain menunjukkan perbedaan signifikan pada aktivitas volume perdagangan.
Mitigasi Risiko dan Penguatan Pasar Modal
OJK perlu menetapkan batasan jumlah saham yang dapat dibeli kembali tanpa RUPS untuk mencegah pemanfaatan berlebihan. Transparansi juga penting; emiten wajib mengumumkan rencana buyback secara detail kepada publik. Mekanisme evaluasi berkala juga diperlukan untuk menilai efektivitas kebijakan ini. Emiten juga perlu mendapat panduan yang lebih komprehensif mengenai strategi manajemen krisis di pasar saham.
Penguatan daya tahan pasar modal Indonesia juga penting. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat regulasi perdagangan, meningkatkan jumlah investor ritel jangka panjang, dan memperbaiki ekosistem ekonomi makro. Anjloknya IHSG dan kebijakan buyback tanpa RUPS adalah pengingat bahwa pasar modal membutuhkan kepercayaan dan regulasi yang efektif. Langkah cepat memang diperlukan, tetapi langkah cepat yang tepat jauh lebih penting untuk memastikan kebijakan ini berpihak pada stabilitas pasar dan kesejahteraan seluruh pelaku pasar, bukan hanya segelintir pihak.