Cirebon Kembangkan Pertanian Organik, Targetkan Produksi Ramah Lingkungan
Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) Kota Cirebon memulai program Sekolah Lapang Pertanian (SLP) untuk mengembangkan pertanian organik di lahan seluas 8 hektare, melibatkan dua kelompok tani dan menargetkan perluasan program di masa men
![Cirebon Kembangkan Pertanian Organik, Targetkan Produksi Ramah Lingkungan](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/05/000118.536-cirebon-kembangkan-pertanian-organik-targetkan-produksi-ramah-lingkungan-1.jpg)
Kota Cirebon, Jawa Barat, memulai langkah inovatif dalam sektor pertanian. Dinas Ketahanan Pangan, Pertanian, dan Perikanan (DKP3) Kota Cirebon meluncurkan program Sekolah Lapang Pertanian (SLP) untuk mengembangkan pertanian organik. Program ini dimulai pada awal Februari 2024, melibatkan dua kelompok tani, Sirandu dan Sipadu, sebagai proyek percontohan di lahan seluas 8 hektare.
Kepala DKP3 Kota Cirebon, Elmi Masruroh, menjelaskan bahwa inisiatif ini merupakan upaya awal untuk mewujudkan pertanian organik berkelanjutan di Kota Cirebon. Pemilihan lahan yang ada saat ini bertujuan untuk memaksimalkan sumber daya yang tersedia. Program SLP ini sejalan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang telah mengeluarkan regulasi pengembangan pertanian organik.
Untuk memastikan keberhasilan program, DKP3 menggandeng Kelompok Tani Sri Makmur dari Indramayu. Kelompok tani ini telah berpengalaman dalam pertanian organik dan mendapat binaan dari Bank Indonesia. Mereka bahkan rutin berpartisipasi dalam Gerakan Pangan Murah (GPM) dengan menjual beras organik. Hasil panen dari program SLP di Cirebon direncanakan akan diserap dan dipasarkan oleh Kelompok Tani Sri Makmur melalui GPM.
Tahap awal program meliputi sosialisasi kepada para petani dan penyaluran pupuk organik. DKP3 Kota Cirebon telah mempersiapkan langkah-langkah ini sebagai bagian dari persiapan sebelum masa tanam. Saat ini, terdapat sekitar 15 kelompok tani di Kota Cirebon dengan total lahan mencapai 111 hektare. Namun, program pertanian organik tahap awal hanya fokus pada 8 hektare lahan milik dua kelompok tani yang telah dipilih.
Elmi Masruroh mengungkapkan harapannya agar lebih banyak kelompok tani beralih ke sistem pertanian organik jika program ini terbukti sukses. Ia mengakui adanya keraguan di antara petani karena kekhawatiran akan penurunan produksi. Namun, ia mencontohkan keberhasilan pertanian organik di Indramayu yang mampu menghasilkan hingga 10 ton per hektare, bahkan melebihi hasil pertanian konvensional.
Selain produktivitas yang tinggi, pertanian organik juga menawarkan keuntungan berupa biaya usaha tani yang lebih rendah karena tidak bergantung pada pupuk kimia. Hal ini sejalan dengan tren global yang mendorong pengurangan penggunaan pupuk kimia hingga 50 persen. Oleh karena itu, adaptasi terhadap pupuk organik menjadi penting bagi petani di Kota Cirebon.
Tujuan utama program ini adalah mendorong petani untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia dan beralih ke sistem pertanian yang lebih ramah lingkungan. Dengan demikian, Kota Cirebon dapat berkontribusi pada pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan menjaga kelestarian lingkungan.