Cofiring Biomassa di Aceh Jaya: Buka Lapangan Kerja dan Dongkrak Ekonomi Lokal
Program cofiring biomassa di Aceh Jaya berhasil membuka lapangan kerja baru bagi warga setempat, memanfaatkan limbah kayu untuk bahan bakar PLTU dan meningkatkan perekonomian masyarakat.

Program energi terbarukan melalui pemanfaatan biomassa untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Aceh Jaya telah memberikan dampak positif yang signifikan terhadap perekonomian dan penyerapan tenaga kerja lokal. Inisiatif cofiring, yang menggunakan limbah kayu sebagai bahan bakar campuran, telah membuka peluang kerja baru bagi puluhan warga Aceh Jaya, khususnya mereka yang sebelumnya menganggur atau bekerja sebagai petani.
Saifuddin Djohan, pemasok limbah kayu sekaligus Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) Meureuhom Daya, menjelaskan bahwa bahan baku biomassa berasal dari limbah kayu hasil pembukaan lahan sawah. Hal ini menunjukkan pemanfaatan sumber daya yang efektif dan berkelanjutan, tanpa perlu pengadaan bahan baku baru. "Bahan baku selama ini kami ambil dari limbah kayu percetakan lahan sawah rakyat yang cukup banyak. Jadi pemanfaatan limbah yang terbuang, sehingga masyarakat tidak harus membeli," ungkap Saifuddin.
Sejak pertengahan 2024, limbah kayu tersebut telah disuplai ke PT Palma Banna Mandiri, mitra PLN yang memprosesnya menjadi woodchips untuk PLTU Nagan Raya. Program ini tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga menciptakan lapangan kerja baru bagi sekitar 20 warga Aceh Jaya, sebagian besar dari mereka adalah petani dan pengangguran sebelumnya. Dampak positif ini memberikan tambahan penghasilan bagi masyarakat dan berkontribusi pada penurunan angka pengangguran di daerah tersebut.
Peluang Kerja Baru dari Limbah Kayu
PT Palma Banna Mandiri, perusahaan yang mengelola biomassa untuk cofiring PLTU Nagan Raya, telah berperan aktif dalam melibatkan masyarakat setempat dalam proses pengumpulan dan pengolahan limbah kayu. General Manager PT Palma Banna Mandiri, Heri Saputra, menjelaskan bahwa perusahaan telah bekerja sama dengan berbagai kalangan, termasuk mantan pasukan perempuan (inong balee), eks kombatan GAM, dan masyarakat umum.
Mereka dipekerjakan untuk mengumpulkan limbah kayu yang kemudian diolah menjadi woodchips. "Dampak positif yang dirasakan, mereka sudah ada penghasilan tetap, karena bekerja setengah hari sudah menghasilkan Rp150 hingga Rp200 ribu dari pengumpulan biomassa itu," ujar Heri Saputra. Sistem pembayaran kontan yang diterapkan perusahaan juga memberikan kepastian dan kemudahan bagi para pekerja.
PT Palma Banna Mandiri membeli limbah kayu dengan harga Rp200.000 hingga Rp300.000 per ton, tergantung jenis, tingkat kekeringan, dan ukuran kayu. Hal ini memberikan insentif bagi masyarakat untuk aktif berpartisipasi dalam program cofiring biomassa. Program ini juga memberikan pelatihan dan keahlian baru bagi masyarakat, sehingga meningkatkan kualitas sumber daya manusia di Aceh Jaya.
Saat ini, masyarakat masih memanfaatkan limbah kayu dari pembukaan lahan sawah baru sebagai sumber utama biomassa. Namun, PT Palma Banna Mandiri memiliki rencana jangka panjang untuk memastikan keberlanjutan pasokan bahan baku. Perusahaan berencana menanam pohon gamal dan kaliandra di lahan milik eks kombatan GAM dan masyarakat setempat, yang terbukti cocok sebagai bahan baku cofiring.
Keberlanjutan Program dan Rencana Masa Depan
Program penanaman pohon gamal dan kaliandra akan dimulai setelah tercapainya kesepakatan kontrak antara PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI) dan PT Palma Banna Mandiri. Heri Saputra mengungkapkan bahwa perusahaan telah menjalin kerja sama dengan 10 kelompok tani, masing-masing beranggotakan 50 orang, untuk mendukung program penanaman ini. Saat ini, lahan seluas 1.000 hektare milik enam kelompok tani telah siap untuk ditanami, sementara lahan lainnya masih dalam proses pengurusan.
Keberhasilan program cofiring biomassa di Aceh Jaya tidak hanya berdampak pada peningkatan ekonomi lokal dan penyerapan tenaga kerja, tetapi juga menunjukkan potensi besar pemanfaatan limbah sebagai sumber energi terbarukan. Program ini juga berkontribusi pada pelestarian lingkungan dengan mengurangi limbah kayu dan mendorong penanaman pohon yang berkelanjutan. Dengan demikian, program ini menjadi contoh nyata bagaimana energi terbarukan dapat menciptakan dampak positif yang menyeluruh bagi masyarakat dan lingkungan.
Heri Saputra berharap kontrak kerja sama antara PT PLN EPI dan PT Palma Banna Mandiri segera terwujud agar limbah kayu yang dikumpulkan masyarakat dapat terus terserap dan diolah menjadi woodchips untuk PLTU Nagan Raya. Hal ini akan memastikan keberlanjutan program dan manfaatnya bagi masyarakat Aceh Jaya.