Limbah Kayu di Lampung: Dari Sampah Menjadi Emas, Tingkatkan Ekonomi Masyarakat
Pengolahan limbah kayu menjadi cofiring biomassa di Lampung Selatan memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat sekitar, mengubah limbah menjadi sumber pendapatan baru dan membuka lapangan kerja.

Provinsi Lampung berhasil mengubah limbah kayu menjadi sumber ekonomi baru melalui pemanfaatannya sebagai cofiring biomassa di sejumlah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Praktik ini tidak hanya berkontribusi pada penggunaan energi terbarukan, tetapi juga meningkatkan pendapatan masyarakat dan menciptakan lapangan kerja baru. PT Bintang Sejati Utama di Lampung Selatan, misalnya, berperan penting dalam rantai pasok ini, memasok woodchips ke PLTU Tarahan dan Sebalang sejak Maret 2021 dan akhir 2022.
Perusahaan tersebut membutuhkan 4.000-5.000 ton woodchips per bulan untuk memenuhi kebutuhan kedua PLTU tersebut. Dengan kapasitas produksi 150 ton per hari menggunakan dua mesin pengolahan, PT Bintang Sejati Utama mampu memenuhi permintaan yang cukup tinggi. Sumber utama bahan baku woodchips berasal dari limbah kayu, terutama ranting dan sisa potongan kayu karet dari masyarakat sekitar.
"90 persen bahan baku kami berasal dari limbah pohon karet milik warga," jelas Jefri Wicaksono, Kepala Bagian Produksi PT Bintang Sejati Utama. "Limbah ini sebelumnya hanya digunakan sebagai kayu bakar. Sekarang, nilainya jauh lebih tinggi setelah diolah menjadi bahan baku cofiring biomassa." Perusahaan membeli limbah kayu tersebut dengan harga Rp200-250 per kilogram, jauh lebih tinggi daripada harga kayu bakar yang hanya Rp150 per kilogram.
Nilai Tambah Ekonomi dari Limbah Kayu
Penggunaan limbah kayu sebagai cofiring biomassa telah memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat Lampung Selatan. Warga sekitar Tanjung Bintang, Lampung Selatan, dan Lampung Timur, serta UMKM setempat, kini memiliki sumber pendapatan tambahan dari penjualan limbah kayu. Mereka mendapatkan keuntungan yang signifikan dibandingkan hanya menggunakannya sebagai kayu bakar.
"Kami membeli limbah kayu dari masyarakat dengan harga lebih tinggi untuk bahan cofiring biomassa," tambah Jefri. "Ini membantu meningkatkan pendapatan mereka dan menambah biaya hidup." Selain itu, pabrik pengolahan woodchips juga menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sekitar, memberikan dampak sosial ekonomi yang positif.
PT Senator Karya Maneges (SKM) juga turut berkontribusi dalam upaya ini. Direktur Utama PT SKM, Wahyudi, menyatakan bahwa perusahaannya memasok woodchips ke beberapa PLTU di Lampung, Bengkayang (Kalimantan), dan industri swasta lokal. Untuk memenuhi permintaan, SKM memanfaatkan limbah tebang dan ranting kayu, serta memiliki pembibitan tanaman akasia sendiri untuk memastikan ketersediaan bahan baku.
Dari Limbah Menjadi Energi Berkelanjutan
Inisiatif ini menunjukkan potensi besar dalam mengelola limbah kayu dan mengubahnya menjadi sumber daya bernilai ekonomis. Dengan memanfaatkan limbah sebagai bahan baku cofiring biomassa, PLTU dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan berkontribusi pada energi terbarukan. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah dalam mengurangi emisi karbon dan mendorong pemanfaatan energi berkelanjutan.
Program ini juga memberikan contoh nyata bagaimana kolaborasi antara perusahaan swasta dan masyarakat dapat menciptakan dampak positif bagi lingkungan dan ekonomi. Dengan harga jual yang lebih tinggi untuk limbah kayu, masyarakat termotivasi untuk turut serta dalam program ini, menciptakan siklus ekonomi yang berkelanjutan. Selain itu, tersedianya lapangan kerja baru di sektor pengolahan limbah kayu juga berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Keberhasilan program ini menunjukkan bahwa pengelolaan limbah yang tepat dapat menghasilkan nilai tambah ekonomi yang signifikan. Model ini dapat diadopsi di daerah lain di Indonesia untuk mengoptimalkan pemanfaatan limbah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.