Danau Toba Terancam 'Kartu Kuning' UNESCO: Anggota DPR Ingatkan Pentingnya Keterlibatan Masyarakat Lokal
Anggota DPR RI menyoroti pentingnya keterlibatan masyarakat dalam pengembangan Danau Toba, terutama setelah kawasan tersebut menerima 'kartu kuning' dari UNESCO. Bagaimana nasib status Geopark Kaldera Toba selanjutnya?

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI, Bane Raja Manalu, menekankan pentingnya pelibatan masyarakat lokal dalam pelestarian dan pengembangan kawasan Danau Toba. Pernyataan ini disampaikan di tengah upaya revalidasi status Geopark Kaldera Toba oleh UNESCO, yang sebelumnya sempat menerima 'kartu kuning'. Keterlibatan komunitas sekitar dianggap krusial agar setiap program pengembangan dapat memberikan dampak positif yang nyata bagi kesejahteraan mereka.
Manalu menegaskan bahwa tanpa partisipasi aktif dari masyarakat, segala bentuk inisiatif pengembangan tidak akan mencapai tujuan yang diharapkan. Ia menyoroti bahwa seringkali pihak-pihak terkait hanya berfokus pada stakeholders tanpa memperhatikan shareholders, yaitu masyarakat yang hidup di sekitar Danau Toba. Dorongan ini muncul saat Komisi VII DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Kaldera Toba, Sumatera Utara, pada Sabtu lalu.
Pemerintah didesak untuk memastikan bahwa kemajuan Danau Toba sejalan dengan peningkatan taraf hidup masyarakat setempat. Hal ini menjadi sorotan utama mengingat status Geopark Kaldera Toba yang sedang dalam proses peninjauan kembali oleh UNESCO. Keseimbangan antara konservasi alam dan manfaat ekonomi bagi penduduk lokal menjadi kunci keberlanjutan kawasan ini.
Melibatkan Komunitas dan Kesejahteraan Lokal
Pengembangan kawasan Danau Toba harus secara fundamental melibatkan masyarakat sekitar. Bane Raja Manalu, anggota Komisi VII DPR RI, menegaskan bahwa dampak positif dari setiap program harus dirasakan langsung oleh penduduk lokal. Konsep stakeholders dan shareholders menjadi relevan di sini, di mana masyarakat adalah pemilik saham utama dalam keberlanjutan dan kemajuan Danau Toba.
Keterlibatan ini tidak hanya sebatas partisipasi pasif, melainkan juga dalam bentuk pengambilan keputusan dan pembagian manfaat. Jika masyarakat tidak merasakan dampak ekonomi atau sosial yang signifikan, upaya pelestarian dan pengembangan akan kehilangan dukungan vital. Oleh karena itu, pemerintah didorong untuk merancang program yang secara eksplisit mengintegrasikan kebutuhan dan aspirasi masyarakat setempat.
Peningkatan kesejahteraan masyarakat harus menjadi indikator utama keberhasilan pengembangan Danau Toba. Ini bisa diwujudkan melalui pelatihan keterampilan, peluang kerja di sektor pariwisata, atau dukungan terhadap produk lokal. Pendekatan yang holistik akan memastikan bahwa Danau Toba tidak hanya menjadi destinasi wisata global, tetapi juga rumah yang sejahtera bagi penduduknya.
Zonasi Wisata dan Konservasi Biodiversitas
Untuk menjaga keseimbangan antara pariwisata dan konservasi, penetapan zonasi wisata di kawasan Danau Toba menjadi sangat penting. Bane Raja Manalu mengusulkan adanya pemisahan antara kawasan wisata massal dan wisata kekhususan, seperti edukasi atau penelitian. Hal ini bertujuan untuk melindungi keanekaragaman hayati yang kaya di Danau Toba sambil tetap mendatangkan manfaat ekonomi.
Zonasi yang jelas akan membantu mengelola dampak lingkungan dari aktivitas pariwisata. Kawasan yang ditetapkan sebagai zona konservasi ketat akan membatasi intervensi manusia, sementara zona wisata massal dapat difokuskan pada pengembangan infrastruktur pendukung. Pendekatan ini memastikan bahwa ekosistem Danau Toba tetap terjaga dari kerusakan yang tidak perlu.
Selain itu, zonasi juga memungkinkan pengembangan jenis pariwisata yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab. Wisata edukasi dan penelitian dapat menarik segmen pasar yang berbeda, yang lebih peduli terhadap lingkungan dan budaya lokal. Dengan demikian, Danau Toba dapat terus menjadi daya tarik global tanpa mengorbankan integritas lingkungannya.
Proses Revalidasi UNESCO dan Status 'Kartu Kuning'
Status Geopark Kaldera Toba saat ini sedang dalam proses revalidasi oleh UNESCO setelah menerima 'kartu kuning' pada September 2023 di Maroko. Badan Pengelola (BP) Toba Caldera UNESCO Global Geopark (TCUGGp) telah menerima kunjungan tim penilai dari Portugal dan Korea Selatan pada 21-25 Juli 2025. Proses ini sangat krusial untuk menentukan apakah Danau Toba akan kembali mendapatkan 'green card' atau kartu hijau dari UNESCO.
Hasil revalidasi ini akan secara resmi diajukan dan direkomendasikan ke UNESCO pada Sidang UNESCO Global Geopark yang dijadwalkan September 2025 di Chile. 'Kartu kuning' yang diterima sebelumnya mengindikasikan adanya beberapa aspek yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan dalam pengelolaan Geopark Kaldera Toba. Hal ini menjadi momentum bagi pemerintah dan seluruh pihak terkait untuk melakukan perbaikan signifikan.
Pentingnya status UNESCO Global Geopark tidak hanya meningkatkan citra Danau Toba di mata dunia, tetapi juga membuka peluang lebih besar untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan dan investasi. Oleh karena itu, seluruh upaya harus difokuskan untuk memenuhi standar UNESCO dan memastikan Danau Toba kembali diakui sebagai geopark kelas dunia dengan pengelolaan yang optimal.