Dewan Pers Pastikan Periksa Direktur Pemberitaan JAKTV Nonaktif, Tersangka Kasus Perintangan Penyidikan
Dewan Pers akan memeriksa Direktur Pemberitaan JAKTV nonaktif, Tian Bahtiar, tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan di Kejaksaan Agung terkait pemberitaan negatif.

Dewan Pers memastikan akan memeriksa Tian Bahtiar, Direktur Pemberitaan JAKTV nonaktif yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penanganan perkara di Kejaksaan Agung. Pemeriksaan ini terkait dugaan pelanggaran etik jurnalistik. Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyatakan bahwa proses pemeriksaan akan menghadirkan berbagai pihak terkait. Kejaksaan Agung diminta untuk membantu menghadirkan Tian Bahtiar guna mempermudah proses pemeriksaan Dewan Pers.
Ninik Rahayu juga menekankan bahwa kewenangan Dewan Pers terbatas pada pemeriksaan dugaan pelanggaran etik, baik terkait konten berita maupun perilaku wartawan. Apabila ditemukan tindak pidana dalam proses pemeriksaan, penanganannya akan menjadi kewenangan penuh aparat penegak hukum. Hal ini penting untuk dipahami agar proses hukum berjalan sesuai koridornya.
Langkah Dewan Pers ini diambil setelah Kejaksaan Agung menyerahkan sejumlah dokumen terkait kasus tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, telah menyerahkan 10 bundel dokumen berupa hard copy kepada Dewan Pers. Dokumen-dokumen ini diharapkan dapat membantu Dewan Pers dalam melakukan investigasi dan menentukan adanya dugaan pelanggaran etik jurnalistik.
Kasus Dugaan Perintangan Penyidikan
Kasus ini bermula dari dugaan perintangan penanganan perkara tindak pidana korupsi di Kejaksaan Agung. Tiga tersangka telah ditetapkan, yaitu Marcella Santoso (MS), Junaedi Saibih (JS), dan Tian Bahtiar (TB). Ketiganya diduga melakukan upaya perintangan penyidikan terkait beberapa kasus korupsi besar.
Menurut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, MS dan JS memerintahkan TB untuk membuat berita negatif yang menyudutkan penyidik Jampidsus. TB diduga menerima imbalan sebesar Rp478.500.000,00 untuk menyebarkan berita tersebut melalui media sosial, media online, dan JAKTV News.
Selain membuat berita negatif, JS dan MS juga membiayai demonstrasi, seminar, podcast, dan talkshow yang bertujuan untuk menyudutkan Kejaksaan Agung. Hasil dari kegiatan-kegiatan tersebut kemudian dipublikasikan oleh TB melalui berbagai media. Perbuatan ketiga tersangka ini dinilai telah menghambat proses penegakan hukum.
Ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal ini mengatur tentang perbuatan yang dapat menghambat atau menghalangi proses penegakan hukum.
Peran Dewan Pers dalam Kasus Ini
Dewan Pers memiliki peran penting dalam menjaga etika jurnalistik. Pemeriksaan terhadap Tian Bahtiar akan fokus pada dugaan pelanggaran etik yang dilakukannya. Proses pemeriksaan akan dilakukan secara profesional dan independen, sesuai dengan kode etik jurnalistik yang berlaku. Hasil pemeriksaan Dewan Pers nantinya akan menjadi pertimbangan penting dalam menilai kasus ini secara menyeluruh.
Kerjasama antara Dewan Pers dan Kejaksaan Agung dalam kasus ini menunjukkan komitmen kedua lembaga dalam menegakkan hukum dan menjaga etika profesi. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci dalam menyelesaikan kasus ini. Publik berharap proses hukum berjalan adil dan transparan, serta memberikan efek jera bagi pihak-pihak yang terlibat.
Kasus ini juga menjadi pengingat penting bagi seluruh insan pers untuk selalu menjunjung tinggi etika jurnalistik. Pemberitaan yang bertanggung jawab dan berimbang sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik dan mendukung penegakan hukum di Indonesia. Kebebasan pers harus diiringi dengan tanggung jawab dan kepatuhan terhadap kode etik.
Dengan adanya pemeriksaan oleh Dewan Pers, diharapkan kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak, baik bagi insan pers maupun penegak hukum, untuk selalu bertindak sesuai dengan aturan dan etika yang berlaku. Proses hukum yang transparan dan akuntabel sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap sistem peradilan di Indonesia.