Dinkes Tulungagung Pantau Tiga ODGJ yang Masih Dipasung, Kendala Persetujuan Keluarga
Dinas Kesehatan Tulungagung memantau tiga Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang masih dipasung keluarga; pembebasan terkendala penolakan keluarga yang ingin merawat mandiri.

Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, terus memantau kondisi kesehatan tiga Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang masih dipasung oleh keluarga mereka. Hal ini disampaikan oleh Subkoordinator Kesehatan Jiwa Dinkes Tulungagung, Heru Santoso, pada Jumat, 28 Februari 2024. Meskipun jumlah kasus pasung telah menurun signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, tetap ada tantangan dalam upaya pembebasan para ODGJ tersebut.
Heru Santoso menjelaskan bahwa upaya pembebasan menghadapi kendala utama berupa penolakan dari pihak keluarga. Keluarga pasien memilih untuk merawat anggota keluarganya yang mengalami gangguan jiwa secara mandiri, meskipun dengan cara yang dinilai masih tradisional dan kurang tepat, yaitu dengan cara memasung.
"Tahun ini masih ada tiga (dipasung). Secara jumlah ini sudah turun banyak dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kami akan terus pantau dan persuasif (untuk dilepas pasung)," kata Heru Santoso. Namun, pihak Dinkes menghadapi tantangan dalam proses pembebasan karena keterbatasan wewenang untuk bertindak tanpa persetujuan keluarga. "Kami tidak bisa membebaskan pasien secara paksa tanpa persetujuan keluarga. Pemberian obat-obatan juga harus mendapat izin mereka," tambahnya.
Kasus Pasung ODGJ di Tulungagung
Dari tiga kasus yang masih aktif, dua pasien merupakan kasus "re-pasung", artinya mereka pernah dibebaskan namun kembali dipasung. Sementara satu pasien lainnya telah dipasung sejak tahun 2014 dan hingga kini belum berhasil dibebaskan. Kondisi ini menunjukkan kompleksitas permasalahan yang dihadapi dalam menangani ODGJ yang dipasung.
Proses pembebasan pasien ODGJ yang dipasung melibatkan rujukan ke rumah sakit jiwa (RSJ) untuk perawatan intensif. Setelah menjalani perawatan di RSJ, pasien kemudian dikembalikan kepada keluarga dengan pendampingan dari puskesmas setempat. Pendampingan ini bertujuan untuk memastikan kepatuhan terhadap pengobatan dan mencegah terjadinya pemasungan kembali.
"Mereka ada yang dipasung dalam kerangkeng, ditempatkan di bekas kandang kambing, dan kerangkeng permanen berbentuk bangunan. Kasus ini tersebar di Kecamatan Pucanglaban, Ngantru, dan Besuki. Mayoritas keluarga melakukan pasung karena khawatir pasien hilang," pungkas Heru Santoso.
Upaya Pencegahan dan Perawatan ODGJ
Dinkes Tulungagung terus berupaya melakukan pendekatan persuasif kepada keluarga ODGJ yang masih dipasung. Sosialisasi dan edukasi mengenai perawatan ODGJ yang tepat terus dilakukan untuk mengubah persepsi dan perilaku masyarakat. Pentingnya pengobatan teratur dan pengawasan medis juga ditekankan.
Selain pendekatan persuasif, Dinkes juga bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, termasuk tokoh masyarakat dan agama, untuk membantu proses pembebasan dan perawatan ODGJ. Kolaborasi ini diharapkan dapat mempercepat penanganan kasus pasung dan meningkatkan kualitas hidup para ODGJ.
Keberhasilan upaya pembebasan ODGJ yang dipasung sangat bergantung pada kesadaran dan partisipasi aktif dari keluarga dan masyarakat. Perubahan persepsi dan pemahaman mengenai gangguan jiwa sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang suportif dan mencegah praktik pasung.
Pemerintah daerah juga perlu meningkatkan akses layanan kesehatan jiwa yang terjangkau dan mudah dijangkau oleh masyarakat. Tersedianya layanan kesehatan jiwa yang memadai dapat membantu mengurangi angka pemasungan ODGJ dan meningkatkan kualitas hidup mereka.
Ketiga kasus ODGJ yang masih dipasung di Tulungagung ini menjadi pengingat akan pentingnya upaya pencegahan dan penanganan yang komprehensif terhadap gangguan jiwa. Peran serta semua pihak, baik pemerintah, tenaga kesehatan, keluarga, dan masyarakat, sangat krusial dalam mewujudkan lingkungan yang inklusif dan bebas dari praktik pasung.