Dorong Akses Keuangan yang Merata: IFIS 2025 Buka Jalan Menuju Indonesia Emas 2045
IFIS 2025 soroti pentingnya inklusi keuangan untuk keadilan ekonomi dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia, dengan fokus pada infrastruktur digital, pemberdayaan perempuan, dan literasi keuangan.

Jakarta, 09/05 (ANTARA) - Sebuah isu krusial yang seringkali terabaikan dalam wacana keadilan ekonomi di Indonesia adalah akses setara terhadap layanan keuangan bagi seluruh lapisan masyarakat. Akses ini, terlepas dari latar belakang geografis, gender, pendidikan, dan pendapatan, merupakan inti dari inklusi keuangan; sebuah agenda yang tak hanya menyangkut angka statistik, namun juga menyentuh hak asasi dan pembangunan berkelanjutan.
Forum Indonesia International Financial Inclusion Summit (IFIS) 2025 yang baru saja berlangsung menjadi bukti nyata kesadaran kolektif untuk menjadikan inklusi keuangan sebagai fondasi Indonesia yang lebih adil. Komitmen pemerintah, seperti yang disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Ekonomi Digital, Ali Murtopo Simbolon, sangat penting. IFIS 2025, menurutnya, bukan sekadar forum diskusi, melainkan akselerator inklusi keuangan untuk mengatasi hambatan akses layanan keuangan bagi masyarakat.
Salah satu poin utama yang dibahas adalah pembangunan infrastruktur digital publik sebagai kunci percepatan inklusi keuangan, terutama bagi kelompok rentan. Diinisiasi oleh Tony Blair Institute for Global Change dan Gates Foundation, dengan dukungan pemerintah Indonesia, IFIS 2025 menjadi wadah kolaborasi lintas sektor untuk membahas tantangan, peluang, dan strategi menuju sistem keuangan yang inklusif.
Infrastruktur Digital dan Inklusi Keuangan
Inklusi keuangan bukan sekadar kepemilikan rekening atau kartu ATM; ini hak dasar warga negara dalam ekonomi modern. Tanpa akses layanan keuangan formal – rekening tabungan, asuransi, kredit, investasi – seseorang akan lebih rentan terhadap krisis, kesulitan mengembangkan usaha, dan terjebak dalam kemiskinan. Oleh karena itu, inklusi keuangan bukan hanya tanggung jawab bank dan regulator, melainkan juga tanggung jawab bersama untuk mewujudkan keadilan.
Meskipun angka inklusi keuangan nasional menunjukkan peningkatan – 76,3 persen untuk kepemilikan rekening dan 88,7 persen untuk pemanfaatan layanan keuangan formal – perlu analisis lebih dalam. Siapa yang belum terlayani? Di mana kesenjangan masih besar? Apakah akses yang ada sudah benar-benar memenuhi kebutuhan dan kemampuan kelompok sasaran?
IFIS 2025 membuka ruang untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut. Barbara Ubaldi, Global Senior Director for Government Innovation & AI dari Tony Blair Institute for Global Change, menekankan bahwa akses keuangan merupakan pelindung sosial saat krisis. Pandemi COVID-19 membuktikan bahwa mereka tanpa dana darurat atau akses kredit terpaksa menjual aset untuk bertahan hidup.
Oleh karena itu, inklusi keuangan yang tangguh harus terintegrasi dengan perlindungan sosial dan kesiapsiagaan ekonomi. Inklusi keuangan bukan hanya bagian dari sistem ekonomi, tetapi juga bagian dari sistem ketahanan nasional.
Peran Perempuan dan Literasi Keuangan
Strategi digitalisasi menjadi pilar penting. Infrastruktur digital publik bukan hanya solusi efisiensi, tetapi juga sarana demokratisasi akses. Namun, digitalisasi yang tergesa-gesa tanpa memperhatikan inklusi justru dapat memperlebar kesenjangan. Inovasi digital harus mempertimbangkan realitas masyarakat, keterjangkauan teknologi, literasi digital, dan bahasa aplikasi keuangan.
IFIS 2025 juga menyoroti pemberdayaan perempuan. Perempuan, terutama di daerah tertinggal, sering mengelola ekonomi rumah tangga namun terbatas akses keuangannya. Akses kredit, asuransi, dan investasi bagi perempuan akan berdampak besar, memperkuat ketahanan ekonomi rumah tangga dan memutus rantai kemiskinan.
Literasi keuangan juga krusial. Pentingnya pemahaman masyarakat tentang risiko investasi dan penggunaan akun keuangan yang bijak perlu ditekankan. Inklusi sejati membutuhkan pemahaman, agar masyarakat tidak terjebak pinjaman daring ilegal atau investasi palsu.
Indeks Akses Keuangan Daerah (IKAD)
Peluncuran Indeks Akses Keuangan Daerah (IKAD) merupakan langkah strategis untuk menyelaraskan visi pusat dan daerah. IKAD akan meningkatkan presisi Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) dalam memahami kebutuhan dan hambatan lokal. Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, menyampaikan bahwa 552 TPAKD di seluruh Indonesia merupakan kunci menuju ASTA CITA dan Indonesia Emas 2045.
Inklusi sejati membutuhkan pendekatan desentralistik, peka konteks, dan menghormati kearifan lokal. Inklusi keuangan bukan sekadar alat transaksi, tetapi wahana membangun martabat. Akses keuangan adalah hak setiap warga untuk merencanakan masa depan.
IFIS 2025 bukan perayaan keberhasilan, melainkan pengingat akan pekerjaan rumah yang besar. Kesenjangan digital, bias gender, literasi keuangan rendah, dan dominasi sistem keuangan di kota besar harus diatasi bersama. Pembangunan Indonesia Emas 2045 membutuhkan pemerataan akses, keadilan layanan, dan keterlibatan semua warga dalam sistem ekonomi inklusif.
Tantangannya adalah menghindari eksklusivitas baru dalam sistem yang katanya inklusif. Inklusi yang hanya berupa angka tanpa makna hanya akan menutupi ketimpangan. Inklusi keuangan mencerminkan sejauh mana kita berbagi kekuasaan ekonomi dengan mereka yang sering dikesampingkan. IFIS 2025 telah membuka diskusi, kini saatnya bertindak bersama. Tidak ada pembangunan adil tanpa keuangan inklusif.