DPD Desak Pemulangan Cepat Korban TPPO Kamboja, Ratusan WNI Lain Menanti Nasib Serupa
Anggota DPD RI mendesak pemerintah segera memulangkan seorang korban TPPO Kamboja dari Aceh, sementara ratusan WNI lain juga menghadapi situasi serupa di sana.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia, Sudirman Haji Uma, mendesak pemerintah untuk segera memulangkan seorang warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dari Kamboja. WNI berinisial MIS, 24 tahun, berasal dari Kabupaten Aceh Barat dan saat ini masih tertahan di Kamboja. Desakan ini disampaikan setelah MIS teridentifikasi sebagai korban sindikat penipuan daring.
Permintaan resmi telah diajukan kepada Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia di Kementerian Luar Negeri guna mempercepat proses repatriasi. Sudirman Haji Uma juga telah berkoordinasi langsung dengan berbagai pihak, baik di tingkat nasional maupun internasional, untuk memastikan kepulangan MIS. Upaya ini menunjukkan komitmen serius dalam melindungi WNI di luar negeri.
Meskipun penangkapan MIS oleh kepolisian Kamboja terjadi pada 16 Juli 2024, ia belum juga kembali ke Tanah Air hingga Jumat (08/8). Situasi ini menimbulkan kekhawatiran mendalam, mengingat adanya ratusan WNI lain yang juga menghadapi nasib serupa di negara tersebut. Pemerintah diharapkan bertindak cepat dan efektif dalam menangani kasus-kasus TPPO ini.
Upaya Diplomatik untuk Repatriasi Korban
Sudirman Haji Uma menegaskan bahwa koordinasi intensif telah dilakukan dengan Kementerian Luar Negeri dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Phnom Penh. Tujuannya adalah memastikan proses pemulangan korban TPPO Kamboja ini berada di bawah pengawasan ketat. Langkah-langkah diplomatik ini diharapkan dapat mempercepat kepulangan MIS.
Permintaan resmi kepada Direktorat Perlindungan WNI merupakan langkah awal yang krusial. Hal ini menunjukkan keseriusan pihak DPD dalam mengawal kasus ini hingga tuntas. Perlindungan WNI di luar negeri menjadi prioritas utama bagi pemerintah dan lembaga terkait.
Selain itu, komunikasi langsung dengan pihak-pihak terkait di Kamboja juga terus dijalin. Upaya ini mencakup negosiasi dengan otoritas imigrasi Kamboja yang saat ini menahan MIS. Diharapkan, melalui jalur diplomasi yang kuat, MIS dapat segera kembali berkumpul dengan keluarganya di Aceh.
Modus Operandi dan Nasib Ratusan WNI Lain
MIS diketahui bekerja sebagai 'scammer' atau pelaku penipuan daring di Kamboja, sebuah pekerjaan yang seringkali menjadi kedok bagi praktik TPPO. Jaringan penipuan daring ini berhasil dibongkar oleh kepolisian Kamboja pada pertengahan Juli 2024. Penangkapan tersebut mengungkap banyak korban perdagangan orang yang dipaksa bekerja untuk sindikat ini.
Saat ini, MIS berada di bawah tahanan otoritas imigrasi Kamboja, dengan janji akan dipulangkan melalui koordinasi dengan KBRI Phnom Penh. Namun, hingga berita ini diturunkan, kepulangannya belum terealisasi. Kondisi ini menyoroti kompleksitas penanganan kasus TPPO lintas negara.
Informasi dari KBRI menyebutkan bahwa terdapat setidaknya 330 WNI lain yang menghadapi permasalahan serupa dengan MIS di Kamboja. Angka ini menunjukkan skala masalah TPPO yang signifikan. Mereka terjebak dalam berbagai modus operandi, mulai dari penipuan pekerjaan hingga pemaksaan kerja ilegal.
Imbauan Pemerintah dan Pencegahan TPPO
Melihat maraknya kasus TPPO Kamboja, Sudirman Haji Uma mendesak pemerintah untuk memperkuat regulasi dan pengawasan terhadap penempatan tenaga kerja ilegal di luar negeri. Pengawasan yang lebih ketat diperlukan untuk mencegah WNI menjadi korban sindikat perdagangan orang. Ini juga termasuk peningkatan sosialisasi mengenai risiko pekerjaan ilegal.
Selain itu, masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati terhadap tawaran pekerjaan di luar negeri yang terlihat terlalu menggiurkan. Penting bagi calon pekerja migran untuk selalu menggunakan jalur resmi dan legal yang difasilitasi oleh pemerintah. Verifikasi informasi dan legalitas perusahaan penyalur adalah langkah krusial.
Pemerintah melalui kementerian terkait, seperti Kementerian Ketenagakerjaan dan Kementerian Luar Negeri, diharapkan terus mengedukasi masyarakat. Edukasi ini meliputi bahaya TPPO serta pentingnya prosedur resmi dalam mencari pekerjaan di luar negeri. Kesadaran publik adalah kunci utama dalam memerangi kejahatan transnasional ini.