DPR Desak Polri Buka Kembali Kasus Eksploitasi Sirkus OCI: Korban Mengaku Alami Kekerasan dan Perampasan Identitas
Komisi XIII DPR mendesak Polri membuka kembali kasus eksploitasi anak di Sirkus OCI tahun 1999, setelah para korban mengaku mengalami kekerasan dan perampasan identitas.

Jakarta, 23 April 2024 - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Sugiat Santoso, menyerukan kepada Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri untuk membuka kembali penyelidikan kasus dugaan eksploitasi anak yang dilakukan oleh Oriental Circus Indonesia (OCI). Kasus ini, yang melibatkan sejumlah mantan pemain sirkus anak-anak, telah lama terhenti, namun kini kembali mencuat berkat desakan dari Komisi XIII DPR dan kesaksian para korban.
Desakan ini muncul setelah Komisi XIII DPR melakukan audiensi dengan para korban. Penyelidikan kasus ini sebelumnya dihentikan pada tahun 1999 oleh kepolisian dengan alasan kurangnya bukti. Namun, Komisi XIII DPR berpendapat bahwa tindakan mengambil anak-anak berusia 5 hingga 8 tahun tanpa dasar hukum yang jelas sudah termasuk tindakan kejahatan.
Sugiat Santoso menekankan bahwa Komisi XIII DPR akan memberikan dukungan penuh kepada Polri dalam membuka kembali penyelidikan. "Kami mendorong agar kasus ini dibuka kembali oleh Mabes Polri," tegas Sugiat setelah audiensi di kompleks parlemen, Jakarta. Ia juga mempertanyakan penghentian penyelidikan sebelumnya, mengingat tindakan mengambil anak-anak tanpa alasan hukum yang sah sudah merupakan pelanggaran hukum.
Korban Mengungkap Kisah Pilu Eksploitasi dan Kekerasan
Salah satu korban, yang hanya diketahui bernama Lisa, menceritakan pengalaman pahitnya. Ia diambil oleh Jansen Manansang, pemilik OCI, sekitar tahun 1976 ketika masih berusia balita. Lisa dipisahkan dari orang tuanya dan dipaksa menjadi pemain sirkus. "Saya takut, saya nangis, saya minta pulang saat itu, tapi enggak dikasih. Saya dibawa ke dalam seperti karavan gelap. Saya nangis, saya cari mama saya," kenang Lisa dengan suara bergetar.
Lisa bukanlah satu-satunya korban. Banyak anak-anak lain yang bernasib sama, dipaksa bekerja tanpa upah dan pendidikan layak. Selama menjalani pelatihan, mereka kerap mengalami kekerasan jika melakukan kesalahan. "Dan kita tidak dapat gaji, tidak pernah disekolahkan, hanya belajar itu menulis dan menghitung aja. Itu bukan homeschooling yang ngajarin, itu karyawati," ungkap Lisa.
Hingga kini, setelah puluhan tahun berlalu, Lisa mengaku masih belum mengetahui identitas asli dan orang tuanya. Pengalamannya di sirkus OCI berlangsung hingga ia berusia 19 tahun. Kisah Lisa ini menggambarkan betapa kejamnya eksploitasi yang dilakukan OCI terhadap anak-anak.
Dugaan Pelanggaran Hukum dan HAM
Sugiat Santoso menambahkan bahwa delik dugaan tindak kejahatan dalam kasus ini merujuk pada temuan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan. Komnas Perempuan mencatat bahwa kasus ini melanggar Undang-Undang Dasar 1945 dan hukum internasional. Bahkan, Sugiat Santoso menduga adanya tindak pidana perdagangan manusia dan perdagangan bayi yang dilakukan oleh OCI.
Ia juga menekankan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM), seperti yang tertuang dalam poin pertama Astacita. Visi dan misi Presiden ini, menurut Sugiat, dapat menjadi landasan untuk memperkuat penegakan hukum terhadap kasus eksploitasi anak di OCI. "Ada tindak kejahatan perdagangan manusia, perdagangan bayi. Saya pikir Polri bisa masuk di situ, bahwa OCI itu melakukan perdagangan manusia, khususnya bayi," tegasnya.
Komisi XIII DPR berharap Polri dapat menindaklanjuti desakan ini dengan serius dan menyeluruh. Pembukaan kembali kasus ini diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para korban dan mencegah terjadinya eksploitasi anak serupa di masa depan. Kasus ini juga menjadi pengingat pentingnya perlindungan anak dan penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran HAM.
Kesimpulan: Desakan DPR untuk membuka kembali kasus eksploitasi anak di Sirkus OCI merupakan langkah penting dalam upaya penegakan hukum dan perlindungan anak di Indonesia. Kesaksian para korban yang mengalami kekerasan dan perampasan identitas semakin memperkuat urgensi penyelidikan ulang kasus ini.