Komnas HAM Ungkap Empat Pelanggaran HAM di Sirkus OCI, Kasus Berlarut Sejak 1997
Komnas HAM mengungkapkan empat pelanggaran HAM serius terkait eksploitasi anak di Sirkus OCI sejak 1997, termasuk perampasan identitas dan hak pendidikan, serta mendesak negara untuk memberikan perlindungan dan pemulihan bagi korban.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengungkapkan adanya empat pelanggaran HAM yang diduga terjadi di lingkungan Oriental Circus Indonesia (OCI) sejak tahun 1997. Pelanggaran ini terkait eksploitasi pemain sirkus, terutama anak-anak, yang hingga kini belum mendapatkan penyelesaian yang memadai. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menyampaikan hal ini dalam audiensi Komisi XIII DPR RI di Jakarta, Rabu lalu. Pernyataan resmi Komnas HAM terkait pelanggaran ini telah dikeluarkan sejak 1 April 1997, namun rekomendasi yang diberikan tampaknya diabaikan oleh pihak OCI.
"Kasus ini sebenarnya adalah kasus yang sudah sangat lama diadukan ke Komnas HAM, sangat disayangkan bahwa hingga tahun 2025 belum mendapatkan penyelesaian yang memadai," ungkap Atnike. Komnas HAM mencatat empat poin pelanggaran HAM yang signifikan. Pertama, pelanggaran terhadap hak anak untuk mengetahui asal usul identitas dan hubungan kekeluargaan. Anak-anak yang direkrut oleh OCI masih di bawah umur dan terpisah dari keluarga mereka.
Atnike menjelaskan lebih lanjut, "Karena seluruh pengadu ketika diambil oleh OCI masih berada dalam usia anak atau di bawah umur, sejalan dengan apa yang diceritakan." Pelanggaran kedua adalah eksploitasi ekonomi terhadap anak-anak. Mereka dipaksa bekerja tanpa mendapatkan hak-hak yang layak. Ketiga, pelanggaran hak anak untuk memperoleh pendidikan umum yang layak, yang sangat penting untuk masa depan mereka. Keempat, pelanggaran terhadap hak anak untuk mendapatkan perlindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak sesuai hukum.
Pelanggaran Hak Anak dan Tuntutan Komnas HAM
Komnas HAM mencatat pelanggaran serius terhadap hak-hak dasar anak. Anak-anak yang direkrut oleh OCI diduga dirampas haknya untuk mengetahui identitas dan keluarganya. Mereka dieksploitasi secara ekonomi, dipaksa bekerja tanpa upah yang layak dan tanpa akses pendidikan. Kondisi ini juga melanggar hak mereka atas keamanan dan jaminan sosial. Atnike menekankan, "Dan yang keempat, pelanggaran terhadap hak anak untuk mendapatkan perlindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku."
Komnas HAM mendorong negara untuk menjamin pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak sesuai Konvensi Hak Anak. Ini termasuk hak untuk memiliki identitas dan ikatan keluarga, mendapatkan pendidikan berkualitas, dan terlindungi dari kerja yang merugikan kesehatan atau pertumbuhan. Negara juga wajib menjamin lingkungan yang aman, upah yang adil, dan perlindungan dari eksploitasi dalam bentuk apa pun.
Komnas HAM dengan tegas menolak segala bentuk eksploitasi anak yang bersifat komersial atau praktik perbudakan. Atnike menyatakan keprihatinan atas lambannya penanganan kasus ini dan dampaknya terhadap para korban. "Komnas HAM merasa prihatin bahwa para pengadu para korban yang dulu anak anak hingga dewasa pada saat ini belum juga mendapatkan pemulihan atas kerugian fisik psikis dan ekonomi maupun sosial," katanya. Kasus ini menjadi sorotan penting tentang perlunya perlindungan lebih kuat bagi anak-anak dari eksploitasi dalam berbagai sektor.
Analisis Kasus dan Rekomendasi
Kasus pelanggaran HAM di OCI ini telah berlangsung lama dan menunjukkan kegagalan sistem dalam melindungi hak-hak anak. Komnas HAM telah mengeluarkan rekomendasi sejak tahun 1997, namun rekomendasi tersebut tidak ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan kelemahan penegakan hukum dan kurangnya pengawasan terhadap sektor hiburan yang melibatkan anak-anak.
Selain itu, kasus ini juga menyoroti pentingnya akses pendidikan dan perlindungan sosial bagi anak-anak yang rentan terhadap eksploitasi. Pemerintah perlu meningkatkan upaya pencegahan dan perlindungan anak dari eksploitasi, termasuk melalui pengawasan yang ketat terhadap lembaga-lembaga yang mempekerjakan anak-anak. Pemulihan bagi korban juga sangat penting, termasuk pemulihan fisik, psikis, ekonomi, dan sosial.
Ke depan, diperlukan kerjasama yang lebih erat antara Komnas HAM, pemerintah, dan lembaga terkait untuk memastikan perlindungan hak-hak anak dan penegakan hukum yang efektif. Kasus OCI ini menjadi pembelajaran penting agar kejadian serupa tidak terulang kembali dan memastikan perlindungan bagi anak-anak Indonesia.
Komnas HAM berharap agar kasus ini segera mendapatkan penyelesaian yang adil dan memberikan pemulihan yang layak bagi para korban. Perlindungan anak merupakan tanggung jawab bersama dan membutuhkan komitmen dari semua pihak untuk menciptakan lingkungan yang aman dan melindungi hak-hak mereka.
Kesimpulannya, kasus pelanggaran HAM di OCI ini menyoroti pentingnya perlindungan anak dan penegakan hukum yang efektif di Indonesia. Semoga kasus ini dapat menjadi momentum untuk meningkatkan perlindungan anak dan mencegah terjadinya eksploitasi serupa di masa mendatang.