Mantan Pemain Sirkus OCI Minta Kapolri Cabut SP3 Kasus Penggelapan Asal-Usul
Mantan pemain sirkus OCI mengirim surat kepada Kapolri untuk mencabut SP3 kasus dugaan penggelapan asal-usul yang dilaporkan pada tahun 1997 dan meminta penyelidikan kembali.

Jakarta, 6 Mei 2024 - Sejumlah mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) mengirimkan surat resmi kepada Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Surat tersebut berisi permohonan pencabutan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terkait laporan dugaan penggelapan asal-usul yang diajukan pada tahun 1997. Kasus ini melibatkan Vivi Nurhidayah, salah satu mantan pemain sirkus, yang hingga kini masih belum mengetahui asal-usulnya.
Kuasa hukum para mantan pemain sirkus, Muhammad Soleh, menjelaskan kronologi kasus tersebut kepada awak media di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta. Laporan polisi Vivi Nurhidayah tercatat dengan nomor LP/60/V/1997/Satgas, berdasarkan Pasal 277 KUHP tentang Penggelapan Asal-Usul Seseorang. Soleh menekankan bahwa Vivi bukanlah satu-satunya korban; banyak mantan pemain sirkus lainnya yang mengalami nasib serupa dan hingga kini belum mengetahui identitas orang tua mereka. "Dalam kasus ini mestinya bukan Vivi seorang, tetapi ada banyak korban yang sampai hari ini juga tidak tahu asal-usulnya, tidak tahu siapa orang tuanya," ujar Soleh.
Penyidikan kasus ini dihentikan pada tahun 1999 dengan dikeluarkannya SP3. Informasi mengenai penghentian tersebut diperoleh para korban dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). "Kami tahunya ini dari Komnas HAM. Jadi, mengenai apa alasan terbitnya SP3 sampai hari ini, kami tidak tahu," ungkap Soleh. Para korban kini berharap agar Mabes Polri mau menyelidiki kembali kasus tersebut, mengingat pengajuan laporan baru akan terhambat karena usia kasus yang telah melebihi 20 tahun.
Permohonan Pencabutan SP3 dan Opsi Praperadilan
Para mantan pemain sirkus OCI meminta Kapolri untuk mencabut SP3 dan membuka kembali penyelidikan kasus penggelapan asal-usul. Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk mengungkap kebenaran dan memberikan keadilan bagi para korban. Namun, jika permohonan tersebut ditolak, mereka berencana untuk mengajukan gugatan praperadilan. "Akan tetapi, jika Mabes Polri tetap tidak mau membuka SP3 itu maka opsinya adalah kami yang akan mengajukan gugatan praperadilan," tegas Soleh.
Perlu diketahui bahwa pada 23 April 2025, Komisi XIII DPR RI telah menggelar audiensi dengan para korban. Hasil audiensi tersebut merekomendasikan agar Polri kembali membuka kasus yang telah ditutup pada tahun 1997. Rekomendasi ini semakin memperkuat tuntutan para korban agar kasus tersebut dapat diusut tuntas.
Komisi XIII DPR RI menyoroti dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kasus ini. Audiensi tersebut memberikan dukungan moral dan legal bagi para korban untuk memperjuangkan hak mereka mendapatkan keadilan. Dengan adanya dukungan dari DPR RI, harapan para korban untuk mendapatkan kepastian hukum semakin besar.
Dukungan Komnas HAM dan Komisi XIII DPR RI
Komnas HAM berperan penting dalam memberikan informasi kepada para korban mengenai keberadaan SP3. Peran Komnas HAM menunjukkan komitmen lembaga tersebut dalam melindungi dan memperjuangkan hak asasi manusia, khususnya bagi kelompok rentan seperti mantan pemain sirkus. Informasi yang diberikan Komnas HAM menjadi dasar bagi para korban untuk mengambil langkah hukum selanjutnya.
Sementara itu, dukungan dari Komisi XIII DPR RI menunjukkan kepedulian lembaga legislatif terhadap kasus ini. Rekomendasi yang dikeluarkan Komisi XIII DPR RI memberikan tekanan moral dan politik kepada Polri untuk menindaklanjuti tuntutan para korban. Hal ini menunjukkan bahwa kasus ini mendapatkan perhatian serius dari berbagai pihak.
Kasus ini menyoroti pentingnya perlindungan terhadap hak asasi manusia, khususnya bagi kelompok yang rentan dan terpinggirkan. Perjuangan para mantan pemain sirkus OCI untuk mendapatkan keadilan perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak agar kasus ini dapat diselesaikan secara adil dan transparan.
Langkah hukum yang akan diambil para korban, baik melalui permohonan pencabutan SP3 maupun gugatan praperadilan, menunjukkan tekad mereka yang kuat untuk mengungkap kebenaran dan mendapatkan keadilan. Semoga kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih memperhatikan dan melindungi hak asasi manusia.