DPR Dorong PTSL di Sumbar: Atasi Tantangan Tanah Ulayat dan Ninik Mamak
Anggota Komisi II DPR mendorong pendekatan khusus dalam program PTSL di Sumatera Barat untuk mengatasi tantangan sertifikasi tanah ulayat, melibatkan ninik mamak dan kearifan lokal setempat guna percepatan program dan pemerataan kepemilikan lahan.
Anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Saleh, mendorong Kementerian ATR/BPN untuk menerapkan strategi khusus dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Sumatera Barat (Sumbar), khususnya terkait sertifikasi tanah ulayat. Hal ini disampaikan Rahmat saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kementerian ATR/BPN di Jakarta, Kamis (31/1).
Tantangan Sertifikasi Tanah Ulayat di Sumatera Barat
Rahmat menekankan pentingnya mempertimbangkan kearifan lokal Sumbar, mengingat keberadaan ninik mamak dan sistem kepemilikan tanah ulayat yang unik. Tanah ulayat, yang dikelola secara kolektif oleh masyarakat hukum adat, membutuhkan pendekatan yang berbeda dari sertifikasi tanah individu. Menteri ATR/BPN, Nusron Wahid, mengakui kendala ini, meskipun program PTSL secara keseluruhan menunjukkan kemajuan signifikan.
Perlu Pendekatan Khusus
Dalam RDP tersebut, terungkap bahwa Kementerian ATR/BPN telah menyelesaikan lebih banyak HPL daripada target dalam 100 hari kerja. Namun, Nusron Wahid mengakui bahwa tanah ulayat di Sumatera Barat tetap menjadi tantangan utama. Rahmat Saleh, yang telah berdiskusi dengan Kantor Wilayah BPN Sumbar, mengajukan agar dilakukan pendekatan khusus untuk menjamin keberhasilan PTSL di daerah dengan kearifan lokal spesifik seperti Sumbar. Ia menekankan pentingnya memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang manfaat PTSL.
Integrasi PTSL dengan Reforma Agraria dan Swasembada Pangan
Rahmat Saleh juga menghubungkan PTSL dengan program Reforma Agraria dan Swasembada Pangan. Ia menyoroti keberhasilan reforma agraria selama 10 tahun terakhir, namun menekankan perlunya pemerataan kepemilikan lahan yang lebih baik, terlihat dari angka gini rasio kepemilikan lahan yang masih tinggi (0,56). Ia mendorong agar program swasembada pangan dapat diintegrasikan dengan reforma agraria, memberikan akses lahan kepada petani, termasuk pemanfaatan lahan hutan untuk program swasembada pangan dan penerbitan TORA (Tanah Objek Reforma Agraria).
Peran Aparat Penegak Hukum dan Transparansi
Selain itu, Rahmat Saleh juga mendesak penuntasan mafia tanah agar lebih efektif, bukan hanya sebatas pencabutan hak tanah atau tindakan terhadap oknum BPN. Ia menekankan pentingnya transparansi dan penegakan hukum yang tegas untuk mencegah praktik-praktik ilegal di bidang agraria. Sebagai contoh, ia meminta transparansi penuh dalam penanganan kasus pagar laut di Tangerang, Banten, setelah Kementerian ATR/BPN membatalkan 50 sertifikat tanah di wilayah tersebut.
Kesimpulan
Secara keseluruhan, RDP ini menekankan perlunya pendekatan yang komprehensif dan sensitif terhadap konteks lokal dalam program PTSL di Sumatera Barat. Integrasi dengan program lain seperti reforma agraria dan swasembada pangan, serta penegakan hukum yang tegas dan transparan, menjadi kunci keberhasilan program ini dalam mewujudkan pemerataan akses dan kepemilikan lahan di Indonesia.