DPR Minta Kemenag Antisipasi Wacana Batasan Usia Haji Maksimal 90 Tahun
Komisi VIII DPR RI mendesak Kementerian Agama segera menyiapkan langkah antisipatif terkait wacana pembatasan usia haji maksimal 90 tahun dari Arab Saudi dan meningkatkan transparansi kuota haji tambahan.

Jakarta, 12 Maret 2024 - Komisi VIII DPR RI meminta Kementerian Agama (Kemenag) untuk segera mengantisipasi wacana pembatasan usia jamaah haji maksimal 90 tahun yang dilontarkan oleh Kerajaan Arab Saudi. Wacana ini telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, khususnya para calon jamaah haji dan keluarga mereka. Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menyoroti dampak wacana tersebut yang berpotensi menyebabkan penarikan dana setoran haji oleh calon jamaah yang merasa usianya tidak akan memenuhi syarat lagi.
Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Antrean haji di Indonesia tercatat mencapai 5 juta orang dengan waktu tunggu yang cukup panjang, bahkan hingga puluhan tahun. Pembatasan usia ini berpotensi mengurangi jumlah jamaah haji Indonesia yang dapat berangkat setiap tahunnya. Oleh karena itu, langkah antisipatif dari pemerintah dinilai sangat penting untuk meminimalisir dampak negatif dari kebijakan tersebut.
Selain itu, Fikri juga menekankan perlunya transparansi dalam alokasi kuota haji tambahan. Ia mendorong Kemenag untuk memberikan informasi yang terbuka dan jelas kepada masyarakat agar tidak menimbulkan kecurigaan dan spekulasi. Hal ini penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap pengelolaan ibadah haji.
Wacana Batasan Usia Haji dan Transparansi Kuota
Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mengungkapkan keresahan yang muncul di tengah masyarakat terkait wacana pembatasan usia haji. "Isu pembatasan usia ini meresahkan juga, mungkin perlu antisipasi dan skema, karena sudah ada info bahwa ada jamaah narik setoran haji karena kalau dihitung-hitung secara usia, tidak sampai sehingga dana ditarik untuk umrah," ujarnya dalam rapat kerja bersama Kemenag. Ia menekankan pentingnya langkah antisipatif dari pemerintah mengingat panjangnya antrean haji di Indonesia.
Lebih lanjut, Fikri juga menyoroti pentingnya transparansi dalam penambahan kuota haji. "Supaya tidak ada 'syak wasangka,' andaikan ada tambahan, tambahan diberikan kepada siapa saja, misalnya begitu, ini yang menjadi aspirasi banyak pihak," katanya. Keterbukaan informasi ini diharapkan dapat mencegah munculnya kecurigaan dan spekulasi di masyarakat.
Selain masalah usia dan kuota, kepadatan di embarkasi haji juga menjadi sorotan. Fikri mencontohkan Embarkasi Haji Sukolilo Kota Surabaya yang mengalami kepadatan dan petugas yang merasa kelelahan karena harus melayani banyak kloter dalam sehari. Ia meminta pemerintah untuk mencari solusi, termasuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk pelebaran akses jalan menuju embarkasi.
Kepadatan Embarkasi Haji dan Solusi yang Diperlukan
Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah kepadatan di embarkasi haji. Petugas di beberapa embarkasi, seperti di Surabaya, mengeluhkan beban kerja yang berat karena harus melayani hingga 5 kloter per hari. "Salah satu keluhan yang disampaikan petugas adalah merasa kecapaian karena dianggap overload jika harus melayani 5 kelompok terbang (kloter) per harinya, jadi mereka minta supaya tidak 5 kloter tetapi 4 kloter saja," ungkap Fikri. Kondisi ini memerlukan solusi segera dari pemerintah.
Selain kepadatan, akses jalan menuju embarkasi yang sempit juga menjadi kendala. Fikri menekankan perlunya koordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengatasi masalah ini, meskipun ia mengakui bahwa pelebaran jalan bukanlah solusi yang mudah. Koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah sangat penting untuk memastikan kelancaran proses keberangkatan jamaah haji.
Menanggapi hal ini, Menteri Agama Nasaruddin Umar telah menyampaikan harapannya kepada Menteri Kesehatan Arab Saudi agar kriteria keberangkatan haji didasarkan pada kondisi kesehatan jamaah, bukan semata-mata usia. Ia juga meminta agar jika ada perubahan aturan terkait batasan usia, diberikan waktu sosialisasi selama satu tahun kepada masyarakat Indonesia.
Dengan berbagai permasalahan yang ada, Kemenag diharapkan dapat segera mengambil langkah proaktif untuk memberikan kepastian dan kenyamanan bagi jamaah calon haji Indonesia. Koordinasi yang baik antara Kemenag, DPR, dan pemerintah daerah sangat krusial untuk mengatasi berbagai tantangan dalam penyelenggaraan ibadah haji.