DPR Minta Arab Saudi Pertimbangkan Kesehatan, Bukan Usia, untuk Haji
Anggota Komisi VIII DPR meminta pemerintah melobi Arab Saudi agar kuota haji didasarkan pada kesehatan jamaah, bukan usia, mengingat panjangnya antrean haji di Indonesia.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Abdul Fikri Faqih, mengusulkan agar Kementerian Agama melobi Arab Saudi untuk mengubah kebijakan terkait batasan usia jamaah haji. Fikri meminta agar kriteria utama keberangkatan haji didasarkan pada kondisi kesehatan dan kemampuan finansial jamaah, bukan semata-mata usia. Permintaan ini disampaikan menyusul wacana pembatasan usia maksimal 90 tahun bagi jamaah haji oleh pemerintah Arab Saudi.
Pernyataan tersebut disampaikan Fikri kepada wartawan di Jakarta pada Rabu, 19 Maret 2023. Ia menekankan pentingnya mempertimbangkan kondisi kesehatan jamaah, karena banyak calon jamaah haji lanjut usia yang memiliki kondisi kesehatan baik, bahkan lebih sehat daripada jamaah yang lebih muda. "Ini sebagai alat diplomasi kepada Kerajaan Arab Saudi, dibatasinya itu karena kondisi kesehatan dan kemampuan keuangan. Jangan karena usia," tegas Fikri.
Wacana pembatasan usia ini menimbulkan kekhawatiran, mengingat panjangnya antrean haji di Indonesia yang mencapai 5 juta orang dengan waktu tunggu hingga puluhan tahun. Fikri khawatir jika kebijakan ini diterapkan, banyak calon jamaah haji lanjut usia akan menarik kembali setoran hajinya dan menggunakan dana tersebut untuk ibadah umrah. Oleh karena itu, ia meminta pemerintah menyiapkan langkah antisipatif untuk mengatasi potensi permasalahan ini. "Kalau kemudian ditarik, harus ada skema antisipasinya," ujarnya.
Pemerintah Segera Antisipasi Potensi Penarikan Setoran Haji
Fikri mendesak pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah antisipatif guna mencegah penarikan dana haji oleh calon jamaah yang berusia lanjut. Ia menekankan pentingnya strategi yang tepat untuk memastikan calon jamaah haji tidak berpindah ke ibadah umrah karena pembatasan usia. Hal ini penting untuk menjaga stabilitas dan kelancaran proses penyelenggaraan ibadah haji.
Selain itu, Fikri juga menyoroti pentingnya diplomasi yang intensif dengan pemerintah Arab Saudi untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi jamaah haji Indonesia. Kerjasama dan komunikasi yang baik antara kedua negara sangat krusial dalam mengatasi permasalahan ini.
Pemerintah Indonesia perlu mempersiapkan berbagai skenario dan strategi komunikasi publik untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan yang muncul akibat wacana pembatasan usia jamaah haji. Sosialisasi yang efektif dan transparan kepada masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi perubahan kebijakan ini.
Menag Sepakat: Kesehatan, Bukan Usia, yang Utama
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, sebelumnya juga telah menyampaikan hal senada kepada Menteri Kesehatan Arab Saudi. Ia berharap agar Arab Saudi mempertimbangkan kondisi kesehatan jamaah, bukan usia, sebagai kriteria utama keberangkatan haji. "Kami minta supaya kriteria yang dijadikan pokok nanti bisa haji itu adalah istitha'ah dari segi kesehatan, bukan dari segi umur," ujar Menag.
Menag juga meminta agar, jika memang ada perubahan aturan, Arab Saudi memberikan waktu sosialisasi selama satu tahun kepada Indonesia. Hal ini penting agar masyarakat Indonesia dapat mempersiapkan diri dengan baik dan memahami perubahan kebijakan tersebut. Waktu yang cukup akan membantu mengurangi dampak negatif dari perubahan aturan tersebut.
Permintaan ini menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan hak dan kepentingan jamaah haji Indonesia. Koordinasi dan komunikasi yang intensif antara pemerintah Indonesia dan Arab Saudi sangat penting untuk mencapai solusi yang adil dan merata bagi seluruh calon jamaah haji.
Langkah-langkah antisipatif dan diplomasi yang efektif akan menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi wacana pembatasan usia jamaah haji. Pemerintah Indonesia diharapkan dapat bekerja sama dengan berbagai pihak untuk memastikan kelancaran dan keberhasilan penyelenggaraan ibadah haji bagi seluruh jamaah Indonesia.