DPR Usul Larangan Pinjam Bank untuk Biaya Haji: Cegah Beban Utang Jamaah
Anggota DPR mengusulkan larangan bagi calon jamaah haji untuk meminjam uang dari bank guna membayar uang muka pendaftaran haji guna mencegah potensi masalah keuangan bagi jamaah dan keluarga.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Ina Ammania, mengusulkan larangan bagi calon jamaah haji untuk menggunakan pinjaman bank sebagai uang muka pendaftaran. Usulan ini mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VIII DPR RI bersama Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (FK KBIHU) dan Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) di Jakarta, Selasa (18/2).
Mencari Solusi untuk Biaya Haji
Ina Ammania menekankan pentingnya kemampuan finansial calon jamaah. "Apabila mereka tidak mampu, jangan pinjam-pinjam. Kadang-kadang pinjam bank yang penting untuk DP itu dihalalkan, sedangkan persyaratan pergi haji itu kan bila mampu," ujarnya. Ia khawatir praktik meminjam uang untuk biaya haji akan menimbulkan beban finansial yang berat bagi jamaah, terutama jika terjadi hal tak terduga seperti meninggal dunia sebelum keberangkatan.
Usulan larangan ini diharapkan dapat diintegrasikan ke dalam revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Ina Ammania menambahkan, "Nah ini perlu koreksi, UU usulan ini supaya tidak membebani masyarakat kalau mereka mau jual harta bendanya mungkin enggak masalah." Menurutnya, aturan ini perlu untuk melindungi calon jamaah dan keluarga mereka dari potensi kesulitan ekonomi.
Potensi Masalah Pinjaman Bank untuk Haji
Ina Ammania mengungkapkan pernah menerima informasi tentang calon jamaah haji yang meminjam uang hingga belasan juta rupiah untuk uang muka pendaftaran. Hal ini, menurutnya, berpotensi menimbulkan masalah, khususnya jika calon jamaah meninggal dunia sebelum melunasi pinjaman. Beban tersebut kemudian akan jatuh kepada keluarga yang ditinggalkan.
Ia menambahkan, "Kalau daftar antreannya agak lama, seandainya tidak ada usia kan yang bayar yang akan ditinggalkan. Itu yang harus kita pikirkan untuk supaya payung hukumnya ada untuk tidak bisa meminjam di bank untuk tanda jadi uang." Oleh karena itu, diperlukan payung hukum yang jelas untuk mencegah praktik tersebut.
Pelunasan Biaya Haji 2025
Kementerian Agama telah membuka tahap pelunasan biaya haji bagi jamaah calon haji reguler 1446 Hijriah/2025 Masehi pada 14 Februari 2025. Hal ini menyusul terbitnya Keputusan Presiden (Keppres) tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief, menjelaskan bahwa para calon haji telah membayar setoran awal sebesar Rp25 juta dan rata-rata menerima nilai manfaat sekitar Rp2 juta melalui virtual account.
Dengan demikian, jamaah calon haji hanya perlu melunasi selisih biaya. Namun, usulan DPR ini menekankan aspek pentingnya perencanaan keuangan yang matang sebelum mendaftar haji, agar tidak terjadi beban utang yang memberatkan jamaah dan keluarganya. Usulan ini menjadi sorotan penting dalam upaya meningkatkan pelayanan dan perlindungan bagi calon jamaah haji.
Kesimpulan: Perlunya Perencanaan Keuangan yang Matang
Usulan larangan meminjam uang dari bank untuk biaya haji merupakan langkah proaktif untuk melindungi calon jamaah dan keluarga mereka dari potensi masalah keuangan. Meskipun Kementerian Agama telah menyediakan skema pembayaran yang fleksibel, perencanaan keuangan yang matang tetap menjadi kunci keberhasilan ibadah haji. Dengan adanya payung hukum yang jelas, diharapkan dapat mencegah praktik pinjaman yang berisiko dan memastikan ibadah haji dapat dijalankan dengan tenang dan tanpa beban utang.