DPRK Banda Aceh Ungkap: Urban Farming, Solusi Ketahanan Pangan Kota yang Hasilkan Omzet Jutaan Rupiah
Ketua DPRK Banda Aceh menyatakan urban farming sebagai solusi ketahanan pangan kota. Simak bagaimana warga berhasil raih omzet jutaan rupiah dari lahan terbatas!

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, Irwansyah, menegaskan pentingnya urban farming sebagai solusi strategis untuk ketahanan pangan di wilayah perkotaan. Mengingat keterbatasan lahan yang menjadi karakteristik utama Banda Aceh, pertanian perkotaan dinilai mampu menjawab tantangan pemenuhan kebutuhan pangan secara mandiri.
Pernyataan ini disampaikan Irwansyah saat melakukan kunjungan ke lokasi urban farming milik Teguh Budi Santoso di Neusu Aceh, Kecamatan Baiturrahman. Teguh berhasil mengubah lahan tidur menjadi area pertanian hidroponik yang produktif, membuktikan bahwa keterbatasan lahan bukan penghalang untuk bertani.
Keberhasilan Teguh diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi masyarakat Banda Aceh lainnya untuk turut menggalakkan model pertanian serupa. Inisiatif ini tidak hanya mendukung ketahanan pangan lokal tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi warga kota.
Potensi Urban Farming di Tengah Keterbatasan Lahan
Irwansyah menjelaskan bahwa Banda Aceh, sebagai kota dengan kepadatan penduduk tinggi dan lahan yang terbatas, sangat membutuhkan pendekatan inovatif dalam sektor pangan. Oleh karena itu, urban farming muncul sebagai alternatif yang paling relevan dan efektif untuk memastikan ketersediaan pangan bagi warganya.
Model pertanian ini memungkinkan masyarakat memanfaatkan setiap jengkal lahan yang tersedia, baik itu pekarangan rumah, atap bangunan, atau area kosong lainnya. Dengan demikian, produksi pangan dapat dilakukan di dekat konsumen, mengurangi biaya distribusi dan meningkatkan kesegaran produk.
Aksi yang dilakukan Teguh Budi Santoso menjadi bukti nyata bahwa urban farming bukan sekadar hobi, melainkan potensi besar sebagai sumber pendapatan. Keberhasilan ini diharapkan dapat memotivasi lebih banyak warga untuk berpartisipasi aktif dalam gerakan pertanian perkotaan.
Kisah Sukses Teguh Budi Santoso: Dari Hobi Jadi Sumber Omzet Jutaan
Kunjungan Irwansyah ke kebun Teguh Budi Santoso menyoroti keberagaman tanaman yang dibudidayakan, mulai dari mint, pakcoy, kale, hingga cincau hijau, semuanya ditanam secara hidroponik. Tanaman mint menjadi komoditas utama yang memiliki banyak manfaat, khususnya untuk minuman dan khasiat menyegarkan.
Kebun Teguh telah menjadi pusat edukasi yang sering dikunjungi, bahkan diharapkan dapat menjadi destinasi pembelajaran bagi pelajar di Banda Aceh. Hal ini selaras dengan tema ketahanan pangan yang semakin menjadi perhatian, terutama dalam visi "asta cita" Presiden Prabowo Subianto ke depan.
Teguh sendiri memulai usaha pertaniannya secara bertahap sejak tahun 2017, dengan fokus pada tanaman mint yang kala itu belum banyak dibudidayakan di Banda Aceh. Konsistensinya membuahkan hasil signifikan.
Saat ini, Teguh mampu memproduksi sekitar tiga kilogram daun mint setiap hari, dengan harga jual mencapai Rp 170 ribu per kilogram. Selain dijual secara grosir, daun mint juga tersedia untuk pembeli langsung di kebunnya.
Dari hasil urban farming ini, Teguh berhasil meraih omzet harian antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. Angka ini menunjukkan bahwa pertanian perkotaan bukan hanya solusi ketahanan pangan, tetapi juga pendorong ekonomi keluarga yang signifikan.
Teguh Budi Santoso menegaskan bahwa kebunnya kini telah menjadi mata pencarian utama, membuktikan bahwa dengan inovasi dan ketekunan, lahan terbatas di perkotaan dapat diubah menjadi sumber penghasilan yang menjanjikan.