Dugaan Korupsi Rp23,2 Miliar: Kades Kohod Terseret Kasus SHGB/SHM
LBH Muhammadiyah menduga Kades Kohod, Arsin, telah meraup keuntungan Rp23,2 miliar dari penerbitan SHGB/SHM palsu di perairan Kabupaten Tangerang, melibatkan 16 kades lain dan oknum BPN.

Kepala Desa Kohod Diduga Terima Miliaran Rupiah dari Kasus SHGB/SHM
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBHAP PP Muhammadiyah, Gufroni, mengungkapkan dugaan keterlibatan Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin bin Arsip, dalam kasus penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di perairan Kabupaten Tangerang. Dugaan ini muncul setelah ditemukan indikasi bahwa Arsin telah memperoleh keuntungan hingga Rp23,2 miliar dari proyek tersebut.
Kronologi Dugaan Korupsi
Menurut Gufroni, Arsin diduga menerima Rp20.000 per meter persegi dari total lahan seluas 116 hektare yang diterbitkan SHGB/SHM-nya. Hal ini berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan LBHAP PP Muhammadiyah. Lebih lanjut, Gufroni menjelaskan bahwa Arsin diduga terlibat sejak awal dalam pemalsuan dokumen tanah pada tahun 2020, bekerja sama dengan oknum di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kementerian ATR/BPN.
"Dia (Arsin) diduga mendapat 20.000 ribu/meter di kali kan dengan 116 hektare, maka total sekitar Rp23,2 miliar. Jadi sudah banyak sekali, maka wajar kalau kekayaan dia melesat jadi orang kaya baru di awalnya Kohod, tadinya bukan siapa-siapa," ujar Gufroni dalam keterangannya di Tangerang.
LBH Muhammadiyah juga menyoroti penggunaan materai lama dan surat sekretaris desa lama dalam pembuatan girik palsu. Mereka menegaskan bahwa Arsin tidak mungkin menjadi korban, mengingat perannya yang aktif dalam mengurus surat-surat tersebut. Proses penerbitan berkas untuk 180 bidang tanah, menurut Gufroni, memberikan imbalan sebesar Rp1.500.000 per meter di awal, dan kemudian Rp20.000.000 per meter setelah SHGB/SHM diterbitkan.
Jaringan Dugaan Korupsi yang Luas
Kasus ini tidak hanya melibatkan Arsin. Gufroni menyebutkan ada 16 kepala desa lain yang diduga terlibat dalam penerbitan sertifikat tanah di sepanjang perairan pagar laut tersebut. Desa Kohod, menurutnya, menjadi proyek percontohan untuk rencana yang lebih besar dalam menguasai lahan di perairan tersebut. Setelah Desa Kohod berhasil menerbitkan 180 SHGB/SHM, 16 desa lainnya mengajukan hal yang sama ke BPN Kabupaten Tangerang.
"Hanya saja Desa Kohod itu proyek percontohan dari sebuah rencana besar menguasai lautan menjadi kapling-kapling. Jadi karena Desa Kohod sudah keluar HGB dan SHM yang 180 bidang, maka ke-16 kepala desa yang lain mengajukan hal yang sama ke BPN Kabupaten Tangerang," jelasnya.
Rekomendasi dan Klarifikasi
LBHAP PP Muhammadiyah merekomendasikan kepada penyidik Bareskrim Polri untuk menyelidiki aliran uang dalam kasus ini. Mereka juga menyarankan agar Arsin mempertimbangkan untuk menjadi justice collaborator untuk mendapatkan keringanan hukuman dan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Di sisi lain, Arsin sendiri mengklaim sebagai korban dalam kasus ini, menyatakan kurangnya pengetahuan sebagai penyebab diterbitkannya sertifikat tanah tersebut. Ia berjanji akan melakukan evaluasi internal di Desa Kohod.
Kesimpulan
Kasus dugaan korupsi yang melibatkan Kades Kohod dan 16 kepala desa lainnya ini menyoroti pentingnya pengawasan yang ketat dalam proses penerbitan sertifikat tanah. Investigasi menyeluruh dan transparan diperlukan untuk mengungkap seluruh jaringan dan aliran dana dalam kasus ini, serta memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.