Eks Ketua PN Surabaya Didakwa Terima Suap Rp541 Juta Terkait Pengondisian Perkara
Mantan Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono, didakwa menerima suap 43 ribu dolar Singapura terkait pengondisian perkara dan gratifikasi senilai Rp21,85 miliar.

Jakarta - Mantan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rudi Suparmono, menghadapi dakwaan serius terkait dugaan suap dan gratifikasi. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Rudi menerima suap sebesar 43 ribu dolar Singapura, setara dengan Rp541,8 juta, terkait pengondisian perkara terpidana Ronald Tannur. Selain itu, Rudi juga didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp21,85 miliar selama menjabat sebagai Ketua PN Surabaya dan Ketua PN Jakarta Pusat.
Sidang dakwaan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengungkap dugaan keterlibatan Rudi dalam mengatur majelis hakim untuk perkara Ronald Tannur. JPU Kejaksaan Agung (Kejagung), Bagus Kusuma Wardhana, menyatakan bahwa suap tersebut diduga diterima dari penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, dengan tujuan agar Rudi menunjuk majelis hakim sesuai keinginan Lisa. Tindakan ini dinilai bertentangan dengan kewajiban Rudi sebagai Ketua Pengadilan Negeri Surabaya Kelas IA Khusus.
Kasus ini bermula dari permintaan ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja, kepada Lisa Rachmat untuk menjadi penasihat hukum anaknya. Lisa kemudian meminta Meirizka menyiapkan sejumlah uang untuk pengurusan perkara tersebut. Selanjutnya, Lisa menghubungi mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, untuk meminta bantuan mengenalkannya dengan Rudi Suparmono yang saat itu menjabat sebagai Ketua PN Surabaya.
Kronologi Suap dan Gratifikasi yang Menjerat Eks Ketua PN Surabaya
Pada tanggal 4 Maret 2024, Zarof menghubungi Rudi untuk menyampaikan bahwa Lisa akan menemuinya di PN Surabaya. Pada pertemuan tersebut, Lisa meminta Rudi untuk menunjuk Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo sebagai majelis hakim yang akan mengadili perkara Ronald Tannur. JPU mengungkapkan bahwa Lisa bahkan telah menemui Erintuah di PN Surabaya untuk memperkenalkan diri dan menyatakan bahwa Heru dan Mangapul akan menjadi anggota majelis hakim, padahal penetapan penunjukan majelis hakim belum dilakukan.
Keesokan harinya, tanggal 5 Maret 2024, atas perintah Rudi, Wakil Ketua PN Surabaya saat itu, Dju Johnson Mira Mangngi, mengeluarkan penetapan penunjukan majelis hakim dalam perkara pidana Ronald Tannur. Penetapan tersebut menunjuk Erintuah sebagai hakim ketua serta Mangapul dan Heru sebagai hakim anggota. Setelah penetapan keluar, Rudi menemui Erintuah dan menyampaikan, "Lae, ada saya tunjuk Lae sebagai ketua majelis, anggotanya Mangapul dan Heru Hanindyo atas permintaan Lisa. Jangan lupakan saya ya?" Kalimat tersebut diulanginya sebanyak tiga kali.
Setelah penunjukan majelis hakim, Lisa menemui Rudi di ruang kerjanya dan menyerahkan amplop berisi 43 ribu dolar Singapura. Amplop tersebut diletakkan di atas meja Rudi sambil mengucapkan terima kasih. Rudi kemudian memindahkan amplop tersebut ke dalam laci mejanya dan membawanya pulang ke rumah.
Ancaman Hukuman dan Rincian Gratifikasi yang Diterima
Atas perbuatannya, Rudi terancam pidana yang diatur dalam Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Pasal-pasal ini mengatur tentang tindak pidana korupsi, termasuk suap dan gratifikasi, dengan ancaman hukuman yang berat.
Selain suap terkait kasus Ronald Tannur, Rudi juga didakwa menerima gratifikasi dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing senilai total Rp21,85 miliar. Gratifikasi tersebut meliputi uang senilai Rp1,72 miliar, 383 ribu dolar Amerika Serikat (AS) atau setara dengan Rp6,28 miliar, serta 1,09 juta dolar Singapura atau setara dengan Rp13,85 miliar. Penerimaan gratifikasi ini semakin memperberat dakwaan terhadap Rudi Suparmono.
Kasus ini menjadi sorotan publik dan menjadi contoh nyata bahwa tidak ada seorang pun yang kebal terhadap hukum. Proses hukum terhadap Rudi Suparmono diharapkan dapat berjalan transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi lainnya.