Fakta Menarik: Pelajar Agen Perubahan, Amartha.org Cetak Pemimpin Muda Lewat Beasiswa
Amartha.org melalui program beasiswa berupaya mencetak pelajar agen perubahan yang inspiratif dan berkomitmen pada keberlanjutan masa depan. Simak kisahnya!

Pelajar dan mahasiswi di Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pelajar agen perubahan yang inspiratif. Dengan kepekaan tinggi terhadap isu-isu di lingkungan sekitar, mereka mampu mengidentifikasi tantangan dan merancang solusi inovatif.
Potensi ini mendorong Amartha.org, yayasan yang didirikan oleh perusahaan teknologi Amartha, untuk meluncurkan program beasiswa. Program ini secara khusus menyasar siswa-siswi Sekolah Menengah Atas/Kejuruan serta mahasiswi di bidang STEAM (Sains, Teknologi, Teknik, Seni, dan Matematika), termasuk mereka yang berada di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).
Inisiatif ini bertujuan untuk menumbuhkan pemimpin akar rumput yang memahami kebutuhan komunitasnya. Melalui dukungan beasiswa, para penerima diharapkan dapat menjadi pendorong perubahan positif yang menginspirasi generasi muda lainnya di seluruh pelosok negeri.
Mencetak Pemimpin Muda Berkomitmen
Program beasiswa Amartha.org dirancang dengan visi jangka panjang untuk mencetak pemimpin muda yang inovatif dan berkomitmen pada keberlanjutan masa depan. Katrina Inandia, Head of Impact & Sustainability Amartha, menjelaskan bahwa program ini adalah investasi dalam potensi generasi muda Indonesia.
Hingga saat ini, program tersebut telah memberikan beasiswa kepada 485 siswa dan mahasiswa. Angka ini menunjukkan komitmen Amartha.org dalam mendukung pendidikan dan pengembangan kepemimpinan di berbagai wilayah.
Para penerima beasiswa tidak hanya mendapatkan dukungan finansial, tetapi juga didorong untuk merancang dan melaksanakan program atau aksi yang memberikan dampak nyata bagi masyarakat. Hal ini sejalan dengan filosofi bahwa pelajar agen perubahan harus mampu menerjemahkan gagasan menjadi tindakan konkret.
Inisiatif Lokal: Lentera Borneo Muda
Salah satu contoh nyata keberhasilan program ini adalah inisiatif yang dilakukan oleh Evita Handayani, seorang mahasiswi dari Universitas Palangkaraya. Evita, yang juga merupakan salah satu penerima beasiswa, tergerak untuk membangun komunitas belajar informal bernama Lentera Borneo Muda (LBM).
Latar belakang pembentukan LBM sangat memprihatinkan, yaitu fakta bahwa terdapat 19.000 anak di Kalimantan Tengah yang tidak melanjutkan sekolah meskipun telah lulus dari jenjang tertentu, serta 15.000 anak lainnya yang mengalami putus sekolah. Kondisi ekonomi seringkali menjadi kendala utama bagi anak-anak ini untuk mengakses pendidikan.
Melalui LBM, Evita bersama rekan-rekan kuliahnya menyediakan ruang belajar alternatif. Komunitas ini tidak hanya fokus pada pelajaran dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung, tetapi juga mengajarkan keterampilan hidup yang relevan, seperti daur ulang sampah plastik yang dapat dijual untuk menghasilkan pendapatan.
Inisiatif LBM telah mendapatkan sambutan hangat dan dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk orang tua murid, perangkat RT/RW, dan tokoh masyarakat setempat. Ini membuktikan bahwa semangat pelajar agen perubahan dapat menciptakan gelombang dukungan dari komunitas.
Mengatasi Tantangan dengan Kolaborasi
Menjalankan komunitas seperti LBM tentu tidak lepas dari berbagai tantangan. Evita Handayani mengakui bahwa tantangan terberat adalah memotivasi anak-anak untuk kembali memiliki minat belajar setelah mereka terpaksa putus sekolah.
Namun, berkat dukungan yang solid dari banyak pihak—mulai dari orang tua, pejabat daerah, hingga para relawan—tantangan tersebut berhasil diatasi. Kolaborasi ini menjadi kunci dalam menjaga semangat dan keberlanjutan program LBM.
Evita, mahasiswi jurusan teknologi informasi, menyatakan bahwa dukungan tersebut semakin memicu semangat mereka untuk terus mencari cara inovatif dalam menumbuhkan kembali minat belajar anak-anak. Kisah LBM menjadi inspirasi bagaimana pelajar agen perubahan dapat mengatasi hambatan melalui sinergi dan komitmen.