Fakta Menarik: Posisi SRBI Susut Rp169,4 Triliun, Sinyal Likuiditas Pasar Makin Longgar dari BI
Bank Indonesia (BI) mencatat Posisi SRBI (Sekuritas Rupiah Bank Indonesia) menyusut Rp169,4 triliun hingga 23 Juli 2025. Apa dampaknya bagi pasar uang?

Bank Indonesia (BI) terus memperkuat ekspansi likuiditas kebijakan moneter dengan mengurangi outstanding Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Penurunan signifikan tercatat sebesar Rp169,4 triliun, dari posisi Rp923,5 triliun pada awal Januari menjadi Rp754,1 triliun per 23 Juli 2025. Langkah ini merupakan bagian dari upaya BI untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin, mengonfirmasi data tersebut. Ia menegaskan bahwa penurunan Posisi SRBI ini menunjukkan komitmen BI dalam menambah likuiditas di pasar uang. Strategi operasi moneter terus diarahkan untuk menciptakan kondisi pasar yang lebih longgar.
Pengelolaan struktur suku bunga instrumen moneter untuk tenor lebih dari satu minggu juga menjadi fokus utama BI. Penurunan suku bunga instrumen ini dilakukan dengan lebih tinggi, sejalan dengan penurunan suku bunga acuan BI-Rate. Hal ini diharapkan dapat mendorong transmisi kebijakan moneter ke sektor riil secara lebih efektif.
Strategi Operasi Moneter BI Perlonggar Likuiditas
Sejalan dengan penurunan BI-Rate, suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) tenor 12 bulan juga turun lebih tinggi. Penurunan ini mencapai 40-50 basis poin (bps), menunjukkan respons cepat BI terhadap kondisi pasar. Penyesuaian ini bertujuan untuk menjaga daya tarik portofolio asing di tengah upaya penambahan likuiditas domestik.
Selain penyesuaian suku bunga SRBI, Bank Indonesia juga aktif melakukan pembelian Surat Berharga Negara (SBN). Sejak awal tahun hingga 25 Juli 2025, total pembelian SBN mencapai Rp147,59 triliun. Pembelian ini dilakukan melalui pasar sekunder sebesar Rp104,71 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp42,88 triliun.
Perry Warjiyo menekankan bahwa pembelian SBN oleh BI ini mencerminkan eratnya sinergi kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal pemerintah. Kolaborasi ini penting untuk memastikan stabilitas ekonomi makro dan mendukung pembiayaan negara. Sinergi ini menjadi kunci dalam menghadapi tantangan ekonomi global dan domestik.
Penguatan Kebijakan Pro-Market dan Makroprudensial
BI terus memperkuat strategi operasi moneter pro-market guna mendukung transmisi penurunan suku bunga dan menjaga daya tarik portofolio asing. Optimalisasi instrumen moneter pro-market, lelang SRBI, dan pembelian SBN di pasar sekunder menjadi pilar utama. Selain itu, pengelolaan struktur suku bunga instrumen moneter dan swap valas juga terus ditingkatkan.
Langkah-langkah lain yang diambil BI meliputi penguatan strategi transaksi term-repo dan swap valas. Penguatan peran dealer utama dalam mendorong transaksi SRBI dan transaksi repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar juga menjadi perhatian. Ini semua bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan kedalaman pasar keuangan.
Bank Indonesia berkomitmen untuk memperkuat bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran. Komitmen ini bertujuan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Sinergi erat dengan bauran kebijakan ekonomi nasional menjadi landasan utama dalam mencapai tujuan tersebut.
Kebijakan moneter BI diarahkan pada keseimbangan untuk menjaga stabilitas serta turut mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-stability and growth). Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan kebijakan sistem pembayaran tetap diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan (pro-growth). Dari sisi makroprudensial, BI telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mendorong pertumbuhan kredit. Ini termasuk peningkatan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), peningkatan Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN), serta penurunan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM).