Fakta Mengejutkan! Realisasi Pendapatan Banten Baru Capai Rp5,6 Triliun, Turun 9 Persen dari Tahun Lalu
Realisasi Pendapatan Banten hingga awal Agustus 2025 baru Rp5,6 triliun, jauh dari target. Apa penyebab penurunan signifikan ini dan bagaimana Pemprov Banten akan mengatasinya?

Pemerintah Provinsi Banten menghadapi tantangan serius dalam pencapaian target pendapatan daerah. Hingga tanggal 8 Agustus 2025, Realisasi Pendapatan Banten baru mencapai angka Rp5,6 triliun. Angka ini setara dengan 47,92 persen dari total target yang ditetapkan sebesar Rp11,7 triliun.
Capaian ini menunjukkan adanya penurunan sekitar 9 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kondisi ini memicu kekhawatiran terkait kemampuan finansial daerah. Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti, menyatakan harapannya.
Rina Dewiyanti optimis bahwa defisit pendapatan ini akan dapat tertutup setelah penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan. Langkah ini diharapkan mampu mengkoreksi proyeksi pendapatan. Upaya penyesuaian anggaran menjadi krusial untuk menjaga stabilitas keuangan daerah.
Dinamika Pendapatan dan Belanja Daerah
Pada periode yang sama, realisasi belanja daerah Provinsi Banten tercatat sebesar Rp4,98 triliun. Angka ini mencerminkan 42,36 persen dari total alokasi belanja. Meskipun mengalami kontraksi dibandingkan tahun sebelumnya, capaian ini masih berada di atas rata-rata nasional.
Rina Dewiyanti menjelaskan bahwa kecepatan realisasi anggaran biasanya meningkat signifikan. Peningkatan ini terjadi pada triwulan ketiga dan keempat setiap tahun anggaran. Pemprov Banten menargetkan baik Realisasi Pendapatan Banten maupun belanja dapat mencapai di atas 90 persen pada akhir tahun.
Pos belanja modal menjadi perhatian khusus karena menunjukkan serapan terendah. Hal ini terjadi lantaran sebagian besar kegiatan bersifat kontraktual. Pembayaran baru dilakukan setelah pekerjaan selesai sepenuhnya. Proses ini menyebabkan penyerapan anggaran di pos belanja modal terlihat lambat di awal periode.
Efisiensi Anggaran dan Prioritas Pembangunan
Proses pembayaran untuk kegiatan kontraktual dilakukan di akhir masa proyek. Organisasi Perangkat Daerah (OPD) hanya perlu mengajukan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) dan Surat Perintah Membayar (SPM). Setelah itu, BPKAD akan segera memproses pembayaran. Ini menjelaskan mengapa serapan belanja modal terlihat rendah.
Beberapa rencana pengadaan tanah yang tercantum dalam APBD murni telah direlokasi. Penyesuaian ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah yang ada. Pengadaan tanah untuk fasilitas seperti sekolah dan jalan tetap menjadi prioritas. Namun, hal ini tidak terlalu mendesak.
Efisiensi anggaran juga diterapkan secara ketat pada belanja perjalanan dinas. Pemangkasan lebih dari 50 persen telah dilakukan sejak awal APBD Perubahan. Pemangkasan ini setara dengan sekitar Rp195 miliar dari alokasi awal Rp300 miliar. Efisiensi ini memungkinkan pengalihan dana ke kegiatan yang lebih produktif.
Tantangan Serapan Anggaran dan Hak Pegawai
Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) menjadi salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan serapan anggaran terendah. Serapan dinas ini baru sekitar 35 persen. Meskipun demikian, serapan anggaran PRKP diprediksi akan meningkat signifikan menjelang akhir tahun anggaran.
Terkait tunjangan kinerja (tukin) pegawai, Rina Dewiyanti menegaskan komitmen Pemprov Banten. Pemerintah daerah berupaya keras untuk mempertahankan hak-hak pegawai. Hal ini dilakukan demi menjaga integritas dan kinerja Aparatur Sipil Negara (ASN).
Apabila Realisasi Pendapatan Banten tidak mampu ditingkatkan secara signifikan, penyesuaian belanja menjadi opsi. Keputusan mengenai tunjangan kinerja biasanya menunggu arahan dari Kementerian Keuangan. Arahan tersebut diperkirakan akan terbit pada bulan Oktober.