Fakta Unik Ekosistem Mangrove Kalbar: Punya 2 Jenis Langka Dunia, Pemprov Perkuat Kolaborasi Pelestarian
Pemprov Kalbar berkomitmen penuh melestarikan ekosistem mangrove Kalbar yang luasnya mencapai 162 ribu hektare, termasuk dua spesies langka dunia, melalui kolaborasi multi-pihak.

Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, menegaskan komitmen Pemprov Kalbar untuk memperkuat pelestarian ekosistem mangrove. Upaya ini dilakukan melalui kolaborasi erat dengan berbagai pihak, termasuk BUMN dan sektor swasta. Langkah strategis ini bertujuan menjaga kekayaan hayati pesisir yang vital bagi keberlanjutan lingkungan.
Komitmen ini disampaikan di Pontianak, menyusul Rakornas Pengelolaan Ekosistem Mangrove pada Jumat (8/8) lalu. Kalimantan Barat memiliki ekosistem mangrove seluas lebih dari 162 ribu hektare, tersebar di tujuh kabupaten/kota. Angka ini menjadikan Kalbar sebagai salah satu provinsi dengan tutupan mangrove terbesar di Indonesia.
Bahkan, wilayah ini menjadi rumah bagi 40 spesies mangrove, termasuk dua jenis langka dunia, yaitu Bruguiera hainesii dan Kandelia candel. Potensi rehabilitasi masih sangat besar, dengan lebih dari 14 ribu hektare lahan yang siap dikembangkan. Namun, kerusakan akibat alih fungsi lahan dan penebangan ilegal masih menjadi tantangan serius.
Tantangan dan Potensi Ekosistem Mangrove Kalbar
Ekosistem mangrove di Kalimantan Barat memiliki peran krusial dalam menjaga keseimbangan alam. Dengan luas mencapai 162 ribu hektare, wilayah ini menyimpan keanekaragaman hayati yang mengagumkan. Kabupaten Kubu Raya menyumbang hampir 68 persen dari total tutupan mangrove provinsi.
Keistimewaan ekosistem mangrove Kalbar semakin diperkuat dengan keberadaan 40 spesies berbeda. Di antaranya, terdapat dua jenis yang sangat langka di dunia, yaitu Bruguiera hainesii dan Kandelia candel. Kehadiran spesies unik ini menegaskan pentingnya upaya konservasi.
Meskipun demikian, ekosistem mangrove Kalbar menghadapi berbagai ancaman serius. Alih fungsi lahan menjadi pemukiman, tambak, dan pelabuhan terus mengikis area mangrove. Selain itu, penebangan ilegal untuk arang dan kayu bakar juga memperparah kerusakan lingkungan.
Gubernur Norsan mengakui bahwa lemahnya kelembagaan dan keterbatasan pengetahuan masyarakat menjadi kendala utama. Faktor cuaca yang tidak menentu juga mempengaruhi waktu penanaman mangrove. Oleh karena itu, pendekatan kolaboratif sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah ini.
Sinergi Multi-Pihak dalam Pelestarian Mangrove
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol, menyoroti urgensi perencanaan nasional yang komprehensif untuk pengelolaan mangrove. Indonesia, sebagai pemilik 20 persen mangrove dunia, belum memiliki rencana menyeluruh selama 17 tahun. Beliau menyerukan agar tidak ada lagi aktivitas yang mengganggu ekosistem mangrove secara masif.
Menteri Hanif mengajak pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat untuk merumuskan rencana perlindungan berkelanjutan. Partisipasi aktif dari berbagai pihak sangat esensial dalam upaya pelestarian mangrove. Kolaborasi ini diharapkan dapat menciptakan solusi jangka panjang.
PT Antam Tbk, sebagai salah satu BUMN, telah menunjukkan komitmen kuat dalam pelestarian lingkungan. Direktur Utama Achmad Ardianto menyatakan bahwa perusahaan telah menanam lebih dari 1,16 juta bibit mangrove. Penanaman ini dilakukan di lahan seluas 100 hektare hingga Juni 2025, mencakup berbagai wilayah operasi.
Keterlibatan Antam tidak hanya berfokus pada penanaman, tetapi juga pada edukasi dan pelatihan. Mereka berkolaborasi dengan kelompok tani hutan dan masyarakat pesisir untuk pemulihan kawasan mangrove. Upaya ini memberikan manfaat sosial dan ekonomi, selain menjaga keanekaragaman hayati.